Kehadiran organisasi sebagai salah satu pilihan bagi kaum millenial untuk mengembangkan dirinya sudah tidak perlu diragukan. Mulai dari tingkat sekolah hingga perguruan tinggi, muncul berbagai organisasi dengan berbagai latar belakang kemunculan dan tujuan. Dalam era sekarang, yang penuh dengan pilihan untuk para millenial bergaul dan berkumpul, eksistensi organisasi menjadi pendorong dan perantara dalam mengarahkan ke arah yang lebih baik.
Enam puluh tiga tahun lalu, tepatnya 17 April
1960, lahirlah organisasi yang bernama PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia) yang diinisiasi oleh pemuda-pemuda nahdliyin. Di tengah
situasi yang carut-marut saat itu, lahirnya PMII bagaikan oase, yang membawa
semangat baru dalam pergerakan kaum muda, khususnya mahasiswa.
Eksistensi PMII sebagai organisasi pergerakan,
ditandai dengan keterlibatan para kadernya dalam simpul-simpul pergerakan, yang
memberikan sumbangsih pemikiran dan perbuatan dalam rangka pembangunan nasional
yang berkeadilan. Dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi bangsa ini, peran
nyata melalui sumbangsih pemikiran dan perbuatan yang dilakukan oleh kaum muda,
menjadi bukti bahwa keberadaan mereka dalam proses bernegara tidak bisa
dianggap sebelah mata. Hal itu terbukti dari konsistensi pergerakan yang
dilakukan kaum muda/para millenial yang diwadahi PMII dari dulu hingga sekarang
ini.
Konsistensi PMII dalam memberikan sumbangsih
kepada negeri ini ditunjukkan dengan kadernya yang terlibat aktif dalam
berbagai sektor, mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan
agama. PMII berhasil melahirkan kader-kader unggul yang berwawasan Ahlussunnah
wal jamaah menjadi tokoh-tokoh dalam berbagai sektor tersebut. Saya sepakat
dengan sebuah tulisan dari sahabat Hanif Dhakiri, yang mengatakan bahwa menjadi
PMII, berarti menjadi NU, Islam dan Indonesia. Jika diperjelas, dapat dikatakan
bahwa dengan memilih menjadi kader PMII, kita memiliki tanggung jawab untuk
membesarkan, membangun, merawat dan ikut terlibat di segala hal dalam ketiga
hal tersebut, yaitu kepada NU, Islam dan Indonesia.
Keberadaan PMII sebagai salah satu unsur penting
dalam sejarah pergerakan mahasiswa terlahir atas dorongan kemanusiaan dan rasa
keprihatinan terhadap banyaknya permasalahan negeri ini. Dengan komitmennya
terhadap keislaman dan keindonesiaan, PMII hadir untuk membersamai masyarakat,
hadir bukan hanya untuk menuntut, tapi juga hadir untuk ikut serta terlibat
dalam proses mewujudkan, menciptakan sesuatu dalam rangka menyelesaikan hal-hal
yang masih menjadi PR dari negeri ini. Kita tahu bahwa pemerataan pembangunan,
pendidikan dan kesehatan yang layak, sistem hukum yang berkeadilan dan lain
sebagainya masih menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan.
Membicarakan kebesaran PMII seperti halnya
dijelaskan diatas tidak akan terlepas dari peran kader-kader. Maka juga tidak
salah jika mengatakan bahwa PMII juga ditopang dengan struktural kepengurusan
yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari Pengurus Rayon, Komisariat,
Cabang, Koordinator Cabang, hingga Pengurus Besar.
Salah satu struktural yang menjadi lumbung
kaderisasi dan penyangga eksistensi kebesaran PMII adalah Rayon Nusantara yang
berada dibawah naungan Komisariat Universitas Nurul Jadid Cabang Probolinggo.
Dikatakan lumbung kaderisasi dikarenakan rayon meminjam istilah KH Moensif
Nachrowi (salah satu dari 13 sponsor pendiri PMII) adalah pertahanan terakhir
dari kejayaan dan kemajuan PMII.
Mengutip dari situs resmi rayon nusantara
nunpost.wordpress.com dijelaskan dalam rubrik kilas sejarah bahwa Rayon
Nusantara merupakan rayon tertua yang berdiri di lingkungan PMII Nurul Jadid
Paiton. Meskipun PMII Nurul Jadid sudah ada sekira 1997, namun terbentuk rayon
pertama pada tahun 2005. Hal ini dikarenakan banyaknya mahasiswa yang mulai
bergabung kepada PMII, sehingga dirasa perlu untuk membentuk rayon.
Rayon Nusantara ada berawal dari inisiatif dari
mahasiswa berada di Fakultas Dakwah IAI Nurul Jadid (Sekarang Unuja) yang merasa
bahwa kaderisasi sudah tidak efektif tanpa adanya rayon. Diskusi demi diskusi
terus berlangsung dalam rangka mempersiapkan pembentukan rayon pertama, bahkan
persiapan tersebut sampai hampir memakan waktu satu tahun.
Dari keingininan yang muncul pada tahun 2005
kemudian dilanjut dengan persiapan dan tekad yang matang, maka tahun 2006
secara resmi berdiri rayon dakwah (sekarang rayon nusantara). Pada saat itu
juga disepakatilah Sahabat Sofyan sebagai ketua rayon.
Pendirian rayon pertama bukan hanya terselesaikan
pada diskusi saja, para pelopor atau senior juga berikhtiar baik menyampaikan
kepada KH Abdul Haq Zaini. Muhtar Razak, salah satu pelopornya mengutarakan
bahwa pendirian rayon pertama itu bernama NUSANTARA yang berada dilingkungan
Fakultas Dakwah IAI Nurul Jadid.
“Bagus, bagus, jaya jaya terus,” tegas KH Abdul
Haq Zaini kepada para senior yang ikut sowan kepada beliau terkait pendirian
rayon. Dengan adanya “aamiin” dari KH Abdul Haq, maka pada saat itu yang
bertepatan pada tanggal 16 April disepakatilah sebagai puncak dari segala
diskusi, yakni deklarasi rayon nusantara.
Perjalan panjang Rayon Nusantara Komisariat
Universitas Nurul Jadid yang saat ini sudah memasuki harlahnya yang ke17 (16
April 2006 – 16 April 2023), sudah seharusnya lebih baik dan menata kaderisasi
supaya lebih bermanfaat keberadaannya. Para kadernya bukan lagi menunggu
giliran dalam pembagian tugas dan peran untuknya, tapi bagaimana menjadi
inisiator pergerakan dalam rangka penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi
bangsa saat ini.
Kita banyak mendengar dan mempelajari materi
ke-PMII-an, dijelaskan bahwa pergerakan yang disematkan dalam nama PMII
menunjukan adanya kedinamisan kaum muda, dalam hal ini mahasiswa yang bernaung
di dalamnya untuk aktif dan progresif. Keberadaannya harus punya
langkah-langkah aktif dan konkrit bagi kemajuan peradaban.
Kata Mahasiswa, Islam dan Indonesia juga
menunjukan bahwa Pergerakan yang dilakukan oleh Mahasiswa ini adalah untuk
sebesar-besarnya kepentingan Islam dan Indonesia. Maka dari itu, berbanggalah
kita menjadi bagian dari PMII, yang di dalam diri kita mengalir darah
perjuangan yang terus dirawat supaya menghadirkan kemaslahatan.
Menjadi seorang kader yang memberikan manfaat
harus memiliki kepekaan berorganisasi dengan belajar memahami dan menaati.
Sebagai kader yang berada di PMII akan dipaksa untuk ikut aturan yang sudah
berlaku didalamnya. PMII sebagai organisasi kemahasiswaan yang besar memiliki
tujuan yang matang, setidak-tidaknya dalam kerangka mengarahkan setiap kadernya
untuk beauty the brain.
Kader yang telah ikut serta sepenuhnya dalam PMII
akan hidup dengan tantangan-tantangan, tantangan untuk memahami orang lain
dengan berbagai karakter, bermacam ego, dan beribu tujuan yang berada dalam
setiap individu. Tidak perlu shock ketika menghadapi orang-orang yang
tidak satu pemahaman dengan kita, whatever dengan segala sikap yang
mereka miliki selama tidak merugikan diri kita. Sebagai kader harus cerdas,
mencoba menemukan diri dengan bakat-bakat yang tersembunyi. Jika bakatnya
menulis, maka menulislah. Jika ada bakat mencari kesalahan orang lain, maka
perbaikilah.
Kesemuanya yang telah dipaparkan diatas tentu
akan diraih dengan adanya sistem kaderisasi yag baik, yang menjadi sebuah
keniscayaan bahwa PMII sanggup dan mampu untuk terus melakukan regenerasi dan
menjalankan kaderisasinya secara berkelanjutan. Karena penerus daripada bangsa
ini adalah pemudanya, sehingga proses pembentukan manusia yang Ulul Albab
harus menjadi pedoman PMII disegala situasi.
PMII sebagai organisasi berbasis kaderisasi
tentunya menyadarkan intelektual, gerakan spiritual dan gerakan sosial peran
kaderisasinya. Di perguruan tinggi lah embrio PMII menggodok untuk membentuk
regenerasi kepemimpinan. Mereka dibentuk oleh sebab kehadiran PMII di negeri
ini merupakan ejawantah dari Islam Aswaja An-Nahdliyyah dengan cara dakwah
Rahmatan lil ‘alamin sekaligus memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan
terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial semua elemen masyarakat.
Narasi memfungsikan kemampuan spiritual dan intelektual
sebagai basis implementasi secara sosial menjadi tulang punggung kaderisasi
PMII, apalagi dalam kondisi saat ini yang semuanya memerlukan kreativitas dan
inovasi untuk menghadapi perkembangan teknologi informasi. Jangan sampai warga
pergerakan menjadi kaku, kuno, kolot dan tidak update serta tidak kreatif dalam
menjalankan sistem kaderisasi yang ada.
Dalam era perkembangan teknologi informasi ini,
kader-kader PMII dituntut harus heterogen dalam berproses di PMII, perilaku
untuk multitasking dan kerja cepat serta kerja cerdas sebagai ciri dari
generasi era teknologi informasi harus mampu menerobos kemapanan para kader.
Pasalnya dunia saat ini memproduksi manusia-manusia beragam kemampuan dan
skill, mereka lebih cenderung hidup dalam dunia teknologi seperti; membuat
aplikasi online, menjadi pengembang start up, mengelola manajemen
berbasis online, bisnis online serta programmer.
Arah kaderisasi semacam ini kedepan yang perlu
dijadikan proyek oleh struktural PMII dalam pengembangan kaderisasi. Memastikan
kaderisasi berjalan baik pada kader-kader di perguruan tinggi, khususnya
perguruan tinggi umum yang memang disiplin keilmuan mereka adalah sains dan
teknologi maka kedepan PMII akan dapat melanjutkan kaderisasi dan promosi tidak
hanya dengan cara manual yakni harus turun kelapangan promosi, namun melalui
keatifitas dan inovasi berselancar di dunia teknologi kiranya dapat menjadi
cara kaderisasi selanjutnya.
Tantangan lainnya adalah mindset atau cara pandang kader-kader PMII yang terlalu kaku dan protektif, mereka hanya jago didalam kandang, namun jinak diluar kandang. Hal ini karena kader-kader tidak mau memaksakan dirinya untuk mencoba hal-hal baru dan menantang. Anggapan yang ada saat ini ialah urusan kaderisasi dan pengembangan kaderisasi adalah urusan struktural, padahal semua harus berperan untuk hal kaderisasi, mereka yang struktural memiliki kewenangan sesuai dengan tupoksinya dan yang non-struktural harus membantu dengan mengisi ruang-ruang wacana, dialektika, idealisme dan sebagainya, yang mungkin luput dari perhatian struktural.
Dalam menjalankan
tugas sebagai struktural baik kepanitiaan ataupun kepengurusan, kader-kader
merasa puas dan sempurna dalam mengabdi ketika telah selesai melakoni
kepanitiaan ataupun kepengurusan tersebut, mestinya yang tumbuh dalam kewarasan
berposes dari kader-kader ialah terus meningkatkan kualitas individu dan
senantiasa muncul rasa kecintaan untuk mengabdi kepada organisasi baik saat
ataupun pasca menjabat dalam struktural, karena itulah yang disebut sebagai
ulul albab.
Cara pandang yang menarik saat ini adalah bukan
lagi proaktif menutup ruang kreatifitas dan inovasi intelektual, artinya
kader-kader diharuskan mengembangkan minat dan bakatnya kepada siapapun yang
ahli di bidang tersebut, mekipun terhadap lawan gerak organisasi sekalipun.
Karena dalam perkembangan teknologi informasi, semua orang bisa menjadi
pahlawan dan bermanfaat bagi orang lain, hanya dengan jempol saja kita dapat
bermanfaat bagi sesama. Oleh karena itu peran pendampingan yang baik dan
sistematis sangat diperlukan, kader-kader yang berdialektika dengan organisasi
lain berinovasi dan kreatif juga harus di kontrol dengan prinsip-prinsip yang
diyakini PMII.
Selamat Harlah PMII Rayon Nusantara Unuja Ke-17
Oleh: Abdur Rahmad (pelayannya para pelayan kader)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar asalkan tidak meyinggung SARA dan tetap menjaga toleransi demi keharmonisan bersama