Langsung ke konten utama

Ego manusia; antara konsekuensi dan tanggung jawab

Ego. Apa sih yang terlintas ketika mendengar ego diucapkan. Sepertinya, selama ini, terutama mereka yang berada di struktural organisasi seringkali mengucapkan “Kalian jangan sampai ego sendiri ya”. Lalu, apa sih sebenarnya ego itu, kok selalu disandingkan pada diri seseorang yang seringkali mengedepankan kepentingan pribadi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ego diartikan dengan aku, diri sendiri, konsepsi individu tentang dirinya sendiri. Selain bisa merujuk kepada KBBI, kita bisa tahu mengenai ego dengan membaca pemikiran Sigmund Freud, seorang ahli psikologi yang mempunyai gagasan tentang kepribadian manusia.

Ego bisa dikatakan sebagai persepsi seseorang tentang harga dirinya yang nantinya akan mempengaruhi keyakinan dirinya. Setiap orang memiliki ego. Menariknya, ego tidak selalu berarti negatif karena ego seseorang bisa saja mengarahkan kepada hal yang bersifat positif. Berimplikasi negatif atau positif, seseorang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi.

Ego seseorang mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku pribadi-individu manusia. Ego akan mempengaruhi seseorang ketika hendak memilih, menentukan, memutuskan, dan menghendaki sesuatu atas dirinya. Seperti memilihmu untuk dijadikan ayang. Kehendak tersebut yang berorientasi pada luar dirinya akan selalu disertai dengan konsekuensi dan risiko, dan manusia dituntut untuk bertanggung jawab atas semua yang terjadi.

Ketika manusia dengan egonya akan dihadapkan pada konsekuensi, risiko, dan tanggung jawab, akankah semua manusia mampu untuk menjalankannya? Tentu tidak. Bisa terealisasi, ketika semua manusia peka dan sadar serta menghayati bahwa kepentingan egoisme diri, serasional apapun, harus mengalah pada kemasalahatan umat yang lebih luas dan universal.

Hal tersebut merupakan kebodohan yang diselimuti dengan ambisi egoisme manusia selama berabad-abad yang tiadak akhir sampai hari ini. Tanggung jawab yang selama ini kita temui sebagai contoh kecil saja, nanti sahabat-sahabat bisa mencari contoh lain, adalah keberadaan manusia yang mau bekerja dengan embel-embel kemewahan pikiran materialistiknya. Jarang ditemukan bahwa manusia sepenuhnya mengabdikan diri kepada kemanusiaan. Mereka berdalih mengabdi, padahal ada kepentingan pribadinya yang menjadi tujuan akhirnya yakni uang.

Dalam hal ini yang akan selalu melekat pada diri setiap manusia adalah kepentingan dirinya sendiri bahkan yang membuatnya miris adalah ketika ia tidak peduli dengan kepentingan orang lain. Dengan kenyamanan itu, mereka akan rela menempatkan dirinya di atas semua kepentingan umat yang berkelanjutan.

Manusia memang tidak akan selalu saja berdampingan dengan kepentingan yang menyertainya dalam segala tidakannya. Ia akan melakukan sesuatu jika bisa memuaskan dirinya, bisa memperoleh kepentingannya, mendapatkan segala kebutuhannya. Manusia akan selalu mendapatkan motivasi sehingga ia tergerakkkan untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya.

Manusia dengan segala kebutuhan dan kepentingannya akan berusaha dicapai untuk mecapai makna hidup dalam kehidupannya sesuai dengan apa ia memaknai hidup. Manusia akan dibayang-bayangi oleh berbagai pertanyaan sehingga ia harus mencari dan menemukan jawaban-jawabannya.

Kehidupan setiap manusia akan dibarengi dengan sesuatu yang menjadikan alasan ia hidup. Maka dengan itu, ia akan berjuang untuk mendapatkannya supaya sesegera mungkin mendapatkan makna hidupnya. Segala keputusan dan tindakannya pada akhirnya akan didasarkan pada sesuatu yang ingin diraihnya itu. Dengan segala kepentingannya, dapat dipastikan bahwa kehidupan setiap manusia selalau berkait kelindan dengan ego yang dimilikinya.

Kepentingan dan ambisi manusia supaya bisa diraih akan bersentuhan dengan kepentingan manusia lainnya. Dalam hal ini berdampak pada persaingan. Persaingan tidak hanya terjadi pada hari ini, tetapi sejak zaman primitif memang sudah terjadi. Untuk bertahan hidup, manusia harus bersifat agresif dan kompetitif terhadap makhluk lain. Jika tidak, mereka tidak akan mendapatkan apapun, tidak akan pernah mendapatkan apa yang ia impikan.

Alfred Adler dalam psikologi individualnya mengemukakan bahwa manusia harus mempunyai sikap yang agresif supaya ia mampu bertahan hidup. Persaingan yang agresif ini menjadi faktor penting ketika banyak ilmuan mempercayai akan adanya seleksi alam. Mereka yang bertahan adalah mereka yang kuat. Dengan bekal sikap agresif, seseorang tidak akan mudah termarginalkan dan akan mempunyai kesempatan untuk mencapai tujuan yang diimpikannya.

Disamping itu semua, ada hal yang perlu menjadi catatan supaya manusia tidak over dalam sikap agresifnya. Hal tidak lain akan berdampak pada manusia yang berkarakter selfish. Karakter ini dicirikan dengan orang yang hanya mementingkan kepentingannya pribadi tanpa mengenal belas kasihan serta tidak adanya kepekaan bahwa ada orang lain yang juga memiliki kepentingan.

Karakter selfish akan menjadikan manusia serakah, tidak peduli terhadap lingkungan dan sekitarnya. Selagi bisa menguntungkan dirinya, akan tetap ia raih walaupun banyak manusia yang harus menderita. Karakter ini akan berdampak pada persaingan ketat, akhirnya adalah terciptanya manusia serakah dan bermental penjajah.

Persaingan ketat, keserakahan, mental penjajah, akan membuat kehidupan manusia tidak akan lagi damai dan tenteram. Kehidupan keseharian akan diselimuti dengan perasaan cemas, merasa selalu diawasi dan tersaingi, hingga pada akhirnya mereka akan menggunakan segala cara untuk menyingkirkan manusia lainnya. Ia akan dengan mudahnya menikam dan memangsa orang lain, walaupun mereka adalah keluarga dan tetangga.

Lalu, akan jadi apa kehidupan manusia abad 21 ini jika semuanya agresif dan berakarakter selfish. Tentu dapat dipastikan bahwa perjalanan hidup tidak akan lagi baik, semua akan lari dari tanggung jawabnya. Mereka akan apatis, meskipun sekelilingnya harus hancur lebur. Akan tetapi, sebagai manusia yang beragama harus sedapat mungkin menghindari segala kemungkinan terburuk dari dampak manusia yang berkarakter selfish.

Apa yang bisa kita lakukan? Jawaban yang bisa ditawarkan adalah mengubah kebiasaan terburuk (selfish) ke kebiasaan baru yang lebih baik. Dalam studi psikologi, kebiasaan baik ini dikenal dengan karakter alturis. Alturis dapat diartikan dengan kepekaan setiap individu, sadar akan keberadaan orang lain, dan mementingkan kepentingan orang lain.

Bekal karakter alturis ini akan berdampak pada kehidupan manusia yang lebih sejahtera. Masyarakat akan dengan mudah hidup berdampingan, tidak mudah cemas dan tersaingi, segala pekerjaan dapat dilakukan secara komunal. Jika ini semua bisa tercapai, maka akan tercipta negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

Hemat penulis, mulailah dari diri sendiri dengan mengubah mindset bahwa kehidupan tidak boleh dikuasi oleh segelintir orang saja. Semua berhak menikmatinya. Sucikanlah hati dan pikiran dari kotoran-kotoran kepentingan individu. Adopsilah pemikiran Imam Ghazali yang menyatakan bahwa ia akan memerangi segala tindakan selfishness, egoism, angkuh, malas, tamak, marah, arogan, intoleransi, ghibah, bohong, curang, dan pemfitnahan. Semoga kita termasuk orang yang mampu melakukan transformasi ke arah yang lebih baik.


*Tulisan ini pernah dimuat di koranindonesia.co pada 24 Juni 2022
*Abdur Rahmad. Santri Pesantren Nurul Jadid, pelayan para pelayannya kader biru kuning, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam di Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Probolinggo, yang tidak lain hanyalah seorang anak pulau Giligenting diseberang pulau Madura.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi komunikasi dalam membangun jaringan (berpikir strategis dan bertindak taktis)

  Perjalanan panjang dalam dunia kampus, banyak orang yang mengikrarkan dirinya sebagai mahasiswa, tentu tidak akan lepas dengan berbagai persoalan, baik internal maupun eksternal. Faktor internal bisa dikategorikan dengan kurang keberanian pada diri sendiri, keluarga yang kurang mendukung, dan lingkungan yang kurang bersahabat. Sedangkan eksternal bisa terjadi pada semua   persoalan yang ada dalam dunia akademik, seperti kurang respect terhadap orang baru, sulit mencerna dunia luar, dan lain sebagainya. Persoalan yang sedemikian banyak, sudah tidak bisa dihitung dengan jari, ternyata cukup mampu ditepis dengan keaktifan di organisasi. Kehadiran organisasi sebagai salah satu pilihan bagi mahasiswa untuk mengembangkan dirinya, sudah tidak perlu diragukan. Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mucul banyak organisasi dengan latar belakang kemunculan dan tujuannya, diperkenalkan kepada kita sebagai elemen dari instansi pendidikan tersebut. Di era sekarang, yang penu

Catatan untuk seorang perempuan yang berani berdiri diatas kakinya sendiri

Kartini, sosok perempuan hebat masa lalu Nama dan perjuangannya adalah sesuatu yang baru Perempuan cerdas dalam pusaran orang-orang yang tidak tahu Bergema, menentang budaya dan aturan yang kaku   Jiwanya memberontak terhadap sejarah yang mulai membeku Berdiri dan berlari, melawan arus untuk lebih maju Semuanya merupakan warisan besar untuk perempuan abad 21 Untuk itu, sebuah refleksi, apakah kita mampu untuk meniru   Perempuan abad 21, harus banyak memberi kontribusi Di kala semua orang terpaku pada ajaran yang sudah basi Perempuan layaknya kartini yang selalu menginspirasi Cahaya terang untuk semua kalangan lintas generasi Ia yang tidak mudah untuk didominasi oleh para laki-laki   Karya, adalah modal utama perempuan masa kini Cerdas dan visioner adalah sebuah visi Akhlakul karimah sebagai penunjang untuk lebih mumpuni Menuju perempuan berdaya dan mandiri yang punya harga diri Layaknya seorang ibu bernama kartini   Wahai para kartini baru, j

Mengenal 3 Posisi Penulis dalam Menulis

Apa kabar guys? Semoga kabarnya menyenangkan yahhh! Bagaimana nih apakah masih bersemangat untuk tetap menulis? Kalau masih, mari kita belajar bersama dan terus meningkatkan kreativitas menulisnya. Postingan sebelumnya, saya sudah kasih beberapa tips yang perlu diperhatikan oleh para penulis pemula. Nah , sekarang saya sudah siapkan bagaimana seorang penulis itu memposisikan dirinya dalam karya tulisnya sendiri. Seperti yang sudah saya katakan pada postingan sebelumnya, bahwa seorang penulis pemula sering mengeluhkan tidak tahu cara memulai dan merangkai kata atau macet dalam menuangkan idenya ke dalam tulisannya. Hal ini memang sering terjadi dan salah memposisikan dirinya dikala menulis. Saya sudah sediakan bagaimana sih cara seorang penulis itu memposisikan dirinya. Dibawah ini sudah ada 3 point penting mengenai posisi penulis. Yuk baca lebih lanjut untuk mengetahuinya. Pertama, Penulis memposisikan dirinya sebagai penulis. Yah tentulah kalau tidak sebagai penulis lalu s