Kegiatan rutin tahunan Orientasi Santri Baru (OSABAR) Pondok Pesantren (PP) Nurul Jadid kembali digelar. Osabar yang akan dilaksanakan selama 5 hari, 11 – 15 Juli 2021, digelar di Aula 2 bagi santri putra dan Aula 1 bagi santri putri.
Pengasuh PP Nurul Jadid, KH Moh Zuhri Zaini, menyampaikan selamat datang kepada para santri baru baik yang sudah maupun belum pernah mondok.
“Mudah-mudahan anda-anda sekalian selalu mendapat pertolongan dari Allah SWT sehingga bisa kerasan di pondok ini dan bisa melaksanakan kegiatan dengan baik, serta diberi kesehatan dan hidayah dari Allah,” harapnya.
Selain itu, Kiai Zuhri menuturkan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang berbasis keislaman.
“Khusus di Indonesia tentu berbasis masyarakat dan kebangsaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kiai Zuhri juga menjelaskan bahwa cikal bakal pondok pesantren sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, Nabi tidak hanya diutus sebagai rasul namun juga menjadi muallim (red, pengajar).
“Santrinya disebut sahabat,” paparnya.
Namun menurut pemaparan Kiai Zuhri, latar belakang santri (red, sahabat) zaman nabi dan sekarang jelas berbeda. Santri zaman nabi sudah dewasa dan pada umumnya sudah berkeluarga. Kata pengasuh keempat ini, ada juga santri-santri yang berasal dari luar daerah yang sengaja datang ke Madinah untuk menimba ilmu dan pendidikan dari nabi, meskipun tidak banyak.
“Santri berasrama itu sudah ada pada zaman nabi,” tuturnya.
Santri nabi, kata Kiai Zuhri, ditaruh di serambi masjid, kamar disebelah masjid yang disebut assuffah. Maka dari itu, santrinya nabi itu disebut ashabus suffah. Salah satunya yang disebut Kiai Zuhri adalah Abu Hurairah yang berasal dari Yaman.
Santri nabi tidak dikirim
Salah satu contoh perbedaan santri zaman nabi dan santri sekarang adalah kiriman. Karena menurut Kiai Zuhri, santri zaman nabi – ashabus suffah – tidak pernah dikirim. Segala kebutuhannya ditanggung oleh nabi dan para sahabatnya yang mampu. Ashabus suffah menjalani hidup yang sangat sederhana.
“Sebab nabi sendiri menjalani hidup sederhana,” jelasnya.
Meskipun nabi mampu untuk hidup mewah dan sebenarnya beliau bukan orang miskin, namun menjalani hidup sebagai orang miskin. Sekalipun tidak dilarang menjadi orang kaya, tapi nabi memberikan contoh kehidupan yang sederhana.
Menguasai Ilmu dalam waktu singkat
Kehidupan sederhana ashabus suffah selain diajarkan oleh nabi, karena mereka juga tidak bekerja. Keseharianya difokuskan pada pendalaman dan pengayaan ilmu. Ketekunan itu membuat penguasaan ilmu yang banyak dalam waktu yang singkat, seperti halnya Abu Hurairah.
Abu Hurairah menurut penjelasan Kiai Zuhri, meskipun masuk Islam belakangan namun mampu menguasai banyak ilmu dan meriwayatkan hadits nabi dikarenakan ketekunannya dalam belajar.
“Barang kali kita perlu mengetahui agar bisa meneladani beliau-beliau itu,”harapnya.
Pondok Pesantren di Indonesia
Cikal bakal pondok pesantren yang sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW diserap dan diteruskan oleh para penerusnya, termasuk yang berada di Indonesia. Lebih jelas, Kiai Zuhri mengungkapkan bahwa pondok pesantren di Indonesia berdiri sesuai dengan kondisi setempat dan menyerap nilai-nilai lokal.
“Seperti disini (red, PP Nurul Jadid) tentu beradaptasi dengan budaya-budaya lokal,” tuturnya.
Tanah tempat PP Nurul Jadid menurut Kiai Zuhri dulunya banyak yang menganut Agama Hindu. Maka dairi itu, para ulama juga menggunakan budaya lokal yang sudah dipengaruhi oleh Agama Hindu. Seperti halnya penggunaan kata santri yang berasal dari bahasa sansakerta yang merupakan bahasa dalam kitab orang Hindu.
“Sastri dari kata sastra, itu orang yang belajar agama,” jelasnya.
Kiai Zuhri menegaskan bahwa pesantren mempunyai tujuan pokok yakni membekali ilmu khususnya ilmu agama. Dan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, ilmu yang diajarkan kepada santri itu bukan hanya ilmu agama.
“Tapi yang paling pokok adalah ilmu agama,” tegasnya.
Tafaqquh Fiddin
Belajar ilmu agama sesuai dengan firman Allah SWT yang tersurat dalam al-Qur’an Surah at-Taubah ayat 122, yang berarti;
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. al-Taubah : 122).
“Jadi ini tujuan pokok daripada pesantren,” paparnya.
Ilmu agama sudah sejak awal diajarkan di Pesantren bahkan sejak masa nabi. Meskipun pesantren tidak menutup diri untuk mengajari ilmu-ilmu penunjangnya. Agama dalam penyampaiannya Kiai Zuhri merupakan pedoman dari Allah SWT kepada manusia yang ditempatkan di bumi.
“Supaya kita tidak kebingungan dalam menjalani hidup ini,” dawuhnya.
Kiai Zuhri menganalogikan dengan pabrik yang memproduksi komputer. Pabrik tersebut tentu tidak hanya menjual komputer tapi juga dilengkapi dengan buku pedoman didalamnya. Jika petunjuk dalam buku pedoman tersebut akan berdampak pada komputernya yang tidak akan mudah rusak.
Selain belajar ilmu agama yang disokong dengan ilmu umum, pesantren juga mengajarkan akhlak. Karena ilmu yang tidak didasari dengan akhlak dan karakter, yang semula bisa bermanfaat justru membahayakan.
“Ada orang yang punya gelar professor doktor, tapi malah ditangkap sama KPK. Berarti dia kan koruptor,” ujarnya.
Mereka dengan ketinggian ilmunya, sudah tahu bahwa korupsi itu buruk bahkan dosa, namun tetap melakukannya karena ilmunya tidak didasari dengan akhlah dan karakter.
“Akhlak sebelum ilmu, dan ilmu sebelum amal,” lanjutnya.
Mengapa perlu OSABAR?
Kondisi di Pondok dengan kondisi lingkungan sebelum mondok tentu berbeda, baik budaya, kultur, dan tradisinya. Maka dari iu, perlu adanya suatu perkenalan ketika memasuki lingkungan baru sehingga siap untuk menyesuaikan diri.
“Kunci kesuksesan ketika masuk dilingkungan baru adalah mampu menyesuaikan diri,” tuturnya.
Kiai Zuhri berharap kepada semua santri baru untuk mengikuti OSABAR dengan baik. Petunjuk panitia bisa diikuti karena akan menjadi penentu kesuksesan berikutnya ketika menjalani pendidikan di PP Nurul Jadid. Sekalipun, tentunya tetap butuh perjuangan karena kesukseskan tidak akan datang begitu saja.
“Tantangan yang terberat adalah datang dari kita sendiri, yaitu nafsu,” jelasnya sembari mengakhiri tausyiahnya.
Pasca memberikan tausyiah, beliau juga diberi kesempatan untuk menyematkan peserta OSABAR 2021 yang didampingi oleh KH Makki Maimun Wafi, dan beberapa pengurus pondok pesantren. Sedangkan Ny. Hj. Masruroh Umar diperkenan mmeberikan penyematan peserta OSABAR putri.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar asalkan tidak meyinggung SARA dan tetap menjaga toleransi demi keharmonisan bersama