Abu Dhabi Declaration (4 februari 2019): Dokumen Persaudaraan
Manusia
“Musuh bersama kita saat ini sesungguhnya adalah ekstremisme
akut (fanatic extremism), hasrat saling memusnahkan (destruction), perang
(war), intoleransi (intolerance), serta rasa benci (hateful
attitudes) di antara sesama umat manusia, yang semuanya mengatasnamakan
agama”.
Beberapa minggu yang lalu, saya sempat menjadi peserta dalam kuliah
tamu yang mengangkat tema Tantangan Pendidikan Islam (Di Era Disrupsi Revolusi
Industri 4.0) yang dibahas oleh Narasumber Prof. Dr. Arskal Salim GP, M. Ag
(Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementrian Agama Republik
Indonesia).
Dalam pemateriannya beliau memaparkan mengenai contoh disrupsi yang
terjadi pada era sekarang ini. Setidaknya ada empat contoh disrupsi yang bisa
kita pahami. Disrupsi teknologi, ekonomi, pendidikan, dan agama. Namun menurutnya,
yang paling berbahaya dari keempat disrupsi tersebut adalah disrupsi agama. Yang
mana agama pada saat ini terlalu digampangkan, seperti halnya belajar agama
dari media sosial, mudah mengkafirkan dan lainsebagainya.
Lalu seperti apa sih tantangan agama di era disrupsi sekarang ini? Setidaknya
ada beberapa poin penting yang beliau paparkan sesuai dengan apa yang terjadi
di masyarakat. Fenomena hijrah, yang mana hijrah sudah menjadi tren baru
yang menyempit pada pakaian dari kelompok pengajian. Popularitas vs Keilmuan,
yang mana kiai yang mumpuni dalam keilmuan dan sudah pernah mengenyam
pendidikan dalam pesantren selama bertahun-tahun kalah tenar dengan ustadz/ustadzah
baru dari kalangan artis.
Banjir Informasi (screen time),
sehingga derasnya arus informasi menyebabkan kita semua merasa kesulitan dalam
menyaring atau memfilter mana yang benar dan mana yang tidak benar. Pandangan ekslusivisme, yang membuat
konten dakwah online banyak didominasi oleh kelompok yang cenderung ekslusif
terhadap muslim lain yang tidak sepaham. Jebakan algpritma kata kunci,
yang mana dalam hal ini pencarian di internet dengan kata kunci tertentu akan
menghasilkan referensi yang hanya relevan dengan kata kunci tersebut. (google
pleases your perspectives) akibatnya, bisa terjadi sempit pemahaman terhadap
agama.
Dalam pemateriannya, Prof. Arskal juga membahas
mengenai 21 century skills. Keterampilan
abad 21 menjadi topik yang cukup ramai diperbincangkan
akhir-akhir ini. Lembaga pendidikan ditantang untuk menemukan cara dalam rangka
memungkinkan mahasiswa sukses di pekerjaan dan kehidupan melalui penguasaan
keterampilan berpikir kreatif, pemecahan masalah yang fleksibel, berkolaborasi
dan berinovasi. Keterampilan tersebut diistilahkan dengan 4 C, yang merupakan
singkatan dari Critical Thinking atau berpikir kritis, Collaboration atau
kemampuan bekerja sama dengan baik, Communication atau
kemampuan berkomunikasi, dan Creativity atau kreatifitas.
1. Critical Thinking (Berpikir
Kritis)
Berpikir
kritis (critical thinking) merupakan kemampuan untuk
memahami sebuah masalah yang rumit, mengkoneksikan informasi satu dengan
informasi lain, sehingga akan muncul berbagai perspektif, dan menemukan solusi
dari suatu permasalahan.
Critical thinking dimaknai juga sebagai kemampuan menalar, memahami dan
membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem, menyusun,
mengungkapkan, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.
Keterampilan
berpikir kritis merupakan hal yang penting untuk dimiliki mahasiswa di tengah
derasnya arus informasi di era digital. Kemampuan membedakan kebenaran dari
kebohongan, fakta dari opini, atau fiksi dari non-fiksi, merupakan salah satu
modal bagi mahasiswa untuk mengambil keputusan dengan lebih bijak sepanjang
hidupnya. Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga penting sebagai bekal mahasiswa
untuk menjadi pembelajar yang baik.
2. Collaboration (Kolaborasi)
Kolaborasi
adalah kemampuan untuk bekerja sama, saling bersinergi, beradaptasi dalam
berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain,
menempatkan empati pada tempatnya, dan menghormati perspektif berbeda.
Dengan
berkolaborasi, maka setiap pihak yang terlibat dapat saling mengisi kekurangan
yang lain dengan kelebihan masing-masing. Akan tersedia lebih banyak
pengetahuan dan keterampilan secara kolektif untuk mencapai hasil yang lebih
maksimal.
Teknologi
yang tersedia saat ini membuat peluang mahasiswa untuk berkolaborasi terbuka
lebar tanpa harus dibatasi oleh jarak. Karena itu, anak-anak kita perlu
dibekali dengan kemampuan berkolaborasi sebagai salah satu keterampilan abad 21
yang mencakup kemamuan bekerja sama secara efektif dalam tim yang beragam,
fleksibel dan mampu berkompromi untuk mencapai tujuan bersama, memahami
tanggung jawabnya dalam tim, dan menghargai kinerja anggota tim lainnya.
3. Communication (Komunikasi)
Communication (komunikasi) adalah kegiatan mentransfer informasi, baik
secara lisan maupun tulisan. Komunikasi merupakan hal penting dalam peradaban
manusia.
Tujuan
utama komunikasi adalah mengirimkan pesan melalui media yang dipilih agar dapat
diterima dan dimengerti oleh penerima pesan. Komunikasi dapat berjalan efektif
jika pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dengan baik oleh
komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.
Hadirnya gadget di
era globalisasi dapat dijadikan sebagai media komunikasi yang efektif bagi
anak-anak. Akan tetapi pengawasan, terutama dari orang tua perlu semakin
ditingkatkan terhadap pemakaian gadget sebagai media informasi bagi
anak-anak mereka, agar tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang negatif. Selain
itu, lamanya penggunaan gadget bagi anak-anak juga perlu
dibatasi agar kompetensi sosialnya dengan teman-teman sebaya tetap terjaga.
4. Creativity (Kreativitas)
Creativity (kreatifitas) merupakan kemampuan untuk mengembangkan,
melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap
terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.
Kreativitas
juga didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menciptakan penggabungan
baru. Kreativitas akan sangat tergantung kepada pemikiran kreatif seseorang,
yaitu proses akal budi seseorang dalam menciptakan gagasan baru. Kreativitas
yang bisa menghasilkan penemuan-penemuan baru sering disebut sebagai inovasi.
Era
teknologi ditandari dengan semakin banyak pekerjaan yang diambil alih oleh
mesin di masa depan. Berpikir kreatif dalam menciptakan berbagai inovasi baru
adalah salah satu keterampilan abad 21 yang akan membuat seseorang mampu
bertahan dan tidak tergantikan oleh robot atau mesin di bidang pekerjaannya.
Nah,
hal lain yang penulis tangkap dari penyampaian Prof. Arskal yang juga akhhir
dari pemateriannya adalah mengenai mahasiswa harus tanggap disrupsi. Menurutnya,
ada 3 hal yang harus tertanam pada diri mahasiswa dalam menanggapi era
disrupsi.
See
Globally, pahami bagaimana islam dimaknai dan dipraktekkan dibagian lain dunia.
Respond Locally, pahami bagaimana islam dimaknai dan beradaptasi dengan unsur
kearifan dan budaya lokal. Dan Think moderately, miliki perspektif yang moderat
tidak ekstrem dan tidak liberal).
Banyak sekali tantangan yang muncul dan tidak bisa dielakkan, kita sebagai generasi yang hidup saat ini harus membaur dan menguasainya sebaik mungkin
BalasHapusArtikel yang menarik bung 👍👍👍
iyaaa cak, kita mmang harus mpersiapkan diri dlam mmbentengi tantangan yg mulai bermunculan itu
Hapusterima kasih cak
Mantapp artikel nya 👍👍👍
BalasHapus