Langsung ke konten utama

Paradigma Populer di Kalangan NU dan Pesantren

Dok Google
Tahun 1926 merupakan tahun yang sangat bersejarah, dimana Nahdlatul Ulama’ didirikan oleh  Hadratussyaikh KH Hasyim As’yari. Pendirian Nahdlatul Ulama’ yang bertepatan pada 31 Januari 1926 itu semata-mata bukan atas kemauan KH Hasyim As’yari sendiri, tetapi karena mendapat desakan dari beberapa kyai. Salah-satu kyai yang paling mendesak adalah KH Abdul Wahab Hasbullah, yang memandang perlu untuk mendirikan organisasi Islam. Tetapi, KH Hasyim As’yari khawatir dengan berdirinya sebuah organisasi justru hanya akan merusak persatuan dan kesatuan umat. 

KH. Hasyim Asy’ari sebagai orang yang penuh hati-hati dalam mengambil langkah dan memutuskan sesuatu masalah, tidak langsung menyepakati desakan KH Wahab Hasbullah. Beliau baru membulatkan niatnya untuk mendirikan organisasi setelah mendapatkan petunjuk dari Allah SWT melalui istikharahnya. Selain itu, beliau juga mendapat dukungan dari gurunya yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan Madura yang menyatakan bahwa pembentukan organisasi akan membawa manfaat bagi umat Islam.

Berdirinya Nahdlatul Ulama’ dianggap penting karena diharapkan bisa menjadi wadah untuk melindungi, melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran islam dengan paham Ahlussunnah Wal Jamaah. Ahlussunnah Wal Jamaah atau ASWAJA merupakan paham yang menekankan arti pentingnya Tasamuh (toleransi), tawassuth atau ‘adl (berdiri ditengah-tengah dan menghindari ekstremitas), tawazun (menyeimbangkan hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia), dan amar ma’ruf nahi mungkar.

Ketika Nahdlatul Ulama’ berdiri, banyak mendapat sambutan dan dukungan luar biasa dari kiai-kiai pedesaan. Sejarah mencatat, NU berkembang dengan sangat cepat meliputi daerah-daerah pedesaan yang terdapat kiai dan haji, apalagi pesantren tradisional sebagai pendukung utamanya. Maka, mengenal Nahdlatul Ulama’ pasti akan mengenal Pesantren. Dalam kiprahnya, NU mendakwahkan ajaran islam lewat media pesantren. Melalui pesantren inilah, kiai hasyim atau kyai-kyai lain mengajarkan ajaran islam untuk mengubah masyarakat yang masih diliputi oleh kegelapan untuk dibimbing kejalan yang benar.

Nahdlatul Ulama’ sangat menjunjung  tinggi toleransi yang menjadi salah satu corak dari paham aswaja. Sehingga, terus menjaga tradisi kaum tradisionalis. Tradisi-tradisi yang ada di Pesantren seperti pengajian kitab kuning, kaum sarungan tetap terjaga, begitu juga tradisi yang ada di Masyarakat seperti maulidan, ziarah, dll. Orang-orang NU dan Pesantren tidak ingin menghilangkan tradisi-tradisi keindonesiaan yang masih sesuai dengan islam.

Agama islam yang berada di Indonesia berbeda dengan islam mekah, islam yang berkembang di Indonesia adalah islam yang sudah berakulturasi dengan budaya lokal yang sudah mendarah daging di indonesia. Masyarakat dapat menerima islam dengan rela, tanpa adanya paksaan dan pertumpahan darah. Karena para ulama membawanya dengan penuh dengan akhlak yang mulia sehingga masyarakat banyak tertarik akan islam.

Dalam latar belakang kitab Adab al-‘Alimwa al-Muta’allim karya KH Hasyim Asy’ari, dipengaruhi oleh perubahan yang cepat dan perubahan dari pendidikan klasik menuju pendidikan modern. Kitab tersebut dibuat untuk memasukkan nilai-nilai  etis, moral, seperti nilai menjaga tradisi yang baik dan perilaku santun dalam masyarakat. Meski demikian, bukan berarti NU dan pesantren tidak peduli dengan perkembangan zaman, apalagi harus pasrah dalam melihat zaman, melainkan tetap membaca perkembangan zaman dengan kritis dan terbuka. Kalangan santri, baik yang sudah jadi alumni maupun yang masih nyantri dipesantren tidak serta merta menerima keadaan zaman. Kemodernan bagi kalangan pesantren bukanlah sesuatu hal yang menakutkan, apalagi harus disikapi dengan penuh kecemasan dan tindakan destruktif. Melainkan harus diakomodasi dan didialogkan dengan tradisi yang sudah ada. Pola pikir tersebut berangkat dari satu kaidah usul“Al-Muhafadhatu ‘Ala Qadimi Al-ShalihWa Al-Akhlu Bi Jadid Al-Ashlah” yang artinya menjaga tradisi lama sembari menyesuaikan dengan tradisi baru yang lebih baik. Kaidah ini menjadi landasan berfikir yang cukup moderat dalam melihat perkembangan zaman, baik zaman yang dihembuskan oleh modernisasi maupun globalisasi. Demikian juga pola pikir ini tidak hanya berhenti pada gagasan yang sifatnya teoritis, melainkan juga menjadi sikap hidup dalam upaya menapak zaman dimana mereka berada dan dilahirkan.

Dengan demikian, paradigma diatas harus dipertahankan dengan baik agar masyarakat bisa hidup dengan penuh ketentraman, tradisi tradisional bisa berjalan dengan baik dengan tetap memikirkan untuk mengikuti perkembangan zaman. Tradisi tradisional yang sudah ada di masyarakat dan pesantren masih sangat baik untuk dilestarikan dan masih relevan dengan kehidupan sekarang.

*****
*Mahasiswa Semester I Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Nurul Jadid (UNUJA) Paiton

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi komunikasi dalam membangun jaringan (berpikir strategis dan bertindak taktis)

  Perjalanan panjang dalam dunia kampus, banyak orang yang mengikrarkan dirinya sebagai mahasiswa, tentu tidak akan lepas dengan berbagai persoalan, baik internal maupun eksternal. Faktor internal bisa dikategorikan dengan kurang keberanian pada diri sendiri, keluarga yang kurang mendukung, dan lingkungan yang kurang bersahabat. Sedangkan eksternal bisa terjadi pada semua   persoalan yang ada dalam dunia akademik, seperti kurang respect terhadap orang baru, sulit mencerna dunia luar, dan lain sebagainya. Persoalan yang sedemikian banyak, sudah tidak bisa dihitung dengan jari, ternyata cukup mampu ditepis dengan keaktifan di organisasi. Kehadiran organisasi sebagai salah satu pilihan bagi mahasiswa untuk mengembangkan dirinya, sudah tidak perlu diragukan. Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mucul banyak organisasi dengan latar belakang kemunculan dan tujuannya, diperkenalkan kepada kita sebagai elemen dari instansi pendidikan tersebut. Di era sekarang, yang penu

Catatan untuk seorang perempuan yang berani berdiri diatas kakinya sendiri

Kartini, sosok perempuan hebat masa lalu Nama dan perjuangannya adalah sesuatu yang baru Perempuan cerdas dalam pusaran orang-orang yang tidak tahu Bergema, menentang budaya dan aturan yang kaku   Jiwanya memberontak terhadap sejarah yang mulai membeku Berdiri dan berlari, melawan arus untuk lebih maju Semuanya merupakan warisan besar untuk perempuan abad 21 Untuk itu, sebuah refleksi, apakah kita mampu untuk meniru   Perempuan abad 21, harus banyak memberi kontribusi Di kala semua orang terpaku pada ajaran yang sudah basi Perempuan layaknya kartini yang selalu menginspirasi Cahaya terang untuk semua kalangan lintas generasi Ia yang tidak mudah untuk didominasi oleh para laki-laki   Karya, adalah modal utama perempuan masa kini Cerdas dan visioner adalah sebuah visi Akhlakul karimah sebagai penunjang untuk lebih mumpuni Menuju perempuan berdaya dan mandiri yang punya harga diri Layaknya seorang ibu bernama kartini   Wahai para kartini baru, j

Perjuangan Perempuan Di Ranah Domestik Dalam Pandangan Feminisme Eksistensial Simone De Beauvoir

simone de beauvoir Perjuangan perempuan untuk menuntut hak-hak mereka sebagai manusia seutuhnya merupakan perlawanan terhadap pembagian kerja yang menetapkan kaum laki-laki sebagai pihak yang berkuasa dalam ranah publik. Maka dari itu, munculah feminisme sebagai gerakan sosial yang pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya kaum perempuan ditindas dan dieksploitasi, di mana melaluinya pula (feminisme) perempuan berusaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Feminisme menyoroti politik seksualitas dan domestik baik pada level personal maupun level publik. Gerakan perempuan secara perlahan tumbuh menjadi suatu kekuatan politik yang besar, menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Utara, dan kemudian melahirkan aliran feminis radikal yang memperjuangkan aspirasinya melalui jalur kampanye serta demokrasi untuk membangun ruang dan kebudayaan perempuan. Selanjutnya, feminis sosialis lebih menekankan pada pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas t