Tumpukan kertas tertata rapi diatas meja sebuah rumah yang cukup
sederhana. Jenis-jenis pensil lukis juga tertata rapi dengan kotak pensil
sebagai tempatnya. Terlintaslah sebuah dugaan di fikiran bahwa pemiliknya
adalah orang yang suka melukis. Namun, belum diketahui secara bertul bagaimana
ciri-ciri dari pemilik kertas dan pensil tersebut.
Pemiliknya adalah pemuda dengan umur 21 tahun. Ia adalah sosok yang
cukup setia akan karya seni. Meskipun lewat tangan otodidaknya, ia tidak pernah
merasa pesimis untuk terus mengembangkan kreativitasnya. Waktu luang adalah waktu
yang sering ia gunakan untuk menuangkan isi pikiran atau imajinasinya lewat
lukisan.
Sapaan akrabnya Awhenks Kidinks. Sangat aneh banget kayaknya dengan
nama tersebut. Tapi bukan sebuah masalah, karena di balik namanya yang aneh, ia
adalah pecinta seni sejati. Tidak tergambarkan pada dirinya bahwa ia adalah
orang yang pesimis dalam menciptakan sebuah karya.
Beberapa waktu yang lalu, ia kembali memosting hasil karyanya di
media sosial miliknya. Mungkin kelihatannya cukup sederhana, namun menurut saya
sendiri, cukup memukau. Semua orang tidak akan sama dalam menilai sebuah karya.
Ada yang melihat baik, biasa aja, dan bahkan menilai jelek. Saya sendiri sangat mengapresiasi karena jarang orang yang bisa melakukannya dengan bermodal tangan otodidak.
Bagi seorang seni sejati, apapun dan bagaimanapun karya, akan tetap dinilai dengan baik. Ada apresiasi tersendiri untuk seseorang yang telah menciptakannya. Mencipta karya seni, bukanlah pekerjaan yang mudah. Butuh kesabaran dan ketelatenan untuk terus menjalankan pena-nya dengan tangannya sendiri. Mungkin kalau menilai gampang, tapi membuatnya yang sangat susah sekali.
Bagi Awhenks, dalam membuat sebuah karya tidak perlu terburu-buru. Cukup
nikmati prosesnya dengan penuh ketelatenan sehingga menghasilkan sebuah karya
yang memukau. Jika diri kita masih tidak mood, silahkan berhenti. Lanjutkan
lagi ketika sudah mood membaik. Karena hal itu akan berpengaruh bagi
baik atau tidaknya karyanya.
“Saya mengerjakan karya ini, dilewati dengan beberapa waktu. Kalau saya
sudah males, yaa di simpan aja. Nanti kalau sudah membaik, saya ambil dan
meneruskan. Karena itu, saya tidak suka terburu-buru dalam membuat sebuah karya”,
tegasnya.
Kata pemuda asal Sumenep Madura ini, paling tidak ada 3 sampai 5
sesi dalam menyelesaikan sebuah karya. Karena ia juga manusia, selain malas
juga mempunyai pekerjaan lain yang ia geluti sehingga tidak menentukan kapan
sebuah karyanya harus selesai.
Akhirnya, ia hanya bisa tetap berusaha untuk memaksimalkan waktu
yang ada. Waktunya bisa terbagi dengan baik untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaanya, tanpa harus meninggalkan suatu pekerjaan.
“Saya hanya bisa untuk membagi waktu, sehingga saya dapat menyelesaikan pekerjaan saya dengan baik. Saya tidak ingin jika ada pekerjaan yang terbengkalai karena pekerjaan yang lain”, pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar asalkan tidak meyinggung SARA dan tetap menjaga toleransi demi keharmonisan bersama