![]() |
Dok Google |
Sebelum masuk ke pembahasan yang sesungguhnya, ada baiknya jika
saya membuka pengantar tentang tulisan
ini. Berawal dari perbincangan santai dari beberapa santri yang berasal dari
madura dan daerah tapal kuda. Menanti datangnya adzan isya’, mereka berkumpul
di pojok mushalla di salah satu pondok pesantren di Paiton. Mereka
berbincang-bincang mengenai kelebihan yang ada di daerah mereka sendiri sambil
lalu membangga-banggakannya.
Tidak akan pernah terpungkiri bahwa siapa aja akan merassa bangga
terhadap kota kelahirannya. Maka tak terlekkan, jika mereka yang berasakl dari
dua daerah yang berbeda saling merasa paling baik. Memang begitulah jika berada
di Indonesia, mempunyai keberagaman yang perlu terus dijaga dengan baik.
Sehingga, kita kenal dengan Indonesia Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi
tetap satu jua.
Kita tahu bahwa Madura dan Tapal Kuda adalah daerah yang berbeda.
Madura dalam segi geografis merupakan pulau yang terdiri dari empat Kabupaten,
mulai dari ujung barat, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep yang
menjadi kabupaten paling timur di Madura. Sementara Tapal Kuda, terdiri dari
Pasuruan (bagian timur), Probolinggo, Lumajang, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso
dan Jember. Namun daerah Tapal Kuda ini, sering disebut dan dikenal dengan
madura pendalungan. Kenapa bisa demikian?
Orang-orang akan berfikiran bahwa madura hanya meliputi empat
kabupaten yang telah disebut diatas. Sedangkan tapal kuda sendiri merupakan
kabupaten yang berada di jawa sehingga orang-orang akan menilai bahwa daerah
tersebut adalah jawa. Secara geografis, tapal kuda merupakan daerah yang berada
di pulau jawa, namun mereka banyak mengadopsi bahasa dan banyak kebiasaan
lainnya dari orang madura.
Kita bisa buktikan dengan cara jalan-jalan ke daerah tapal kuda,
kita akan menjumpai masyarakatnya seperti halnya dengan kita berjumpa dengan
orang madura. Karena memang bahasa dan adatnya sama dengan bahasa dan adat
orang madura. Kedengarannya memang sangat aneh, karena secara geografis
jaraknya memang relatif jauh. Tetapi, dekat secara emosional dan kultural.
Maka, jangan heran ketika ada orang bertanya, “dari mana asalnya
mas?” lalu dijawab “probolinggo”, balasan selanjutnya sudah pasti bisa ditebak,
“Ohhh, madura ya?”, atau ketika kalian pergi ke jakarta atau daerah lain, lalu
makan di diwarung sate madura dan bertanya ke penjualnya, “madura mana pak?’
lalu dijawab “situbondo”, anda tidak perlu lagi bingung memikirkan sejak kapan
situbondo masuk madura.
Dalam kejadian seperti ini dilapangan, maka tidak heran jika
orang-orang menyebut tapal kuda sebagai “madura pendalungan”. Tidak sedikit
pula mereka yang berkelakar menyebut dirinya sebagai “madura swasta”. Persis
disinilah letak fungsi budaya dan bahasa. Seperti kata pepatah melayu itu.
“Bahasa menunjukkan bangsa”. Seseorang dapat dikatakan sebagai Madura tanpa
harus mendiami pulau Madura, namun cukup dengan berbahasa dan berbudaya madura
saja. Pas sudah!
Kenapa sih, daerah Tapal Kuda itu disebut dengan madura pendalungan
atau madura swasta? Saya menemukan referensi sebagai jawaban yang berangkat
dari perbincangan santai kami tadi. Kebetulan, saya mempunyai buku yang
berjudul “The History Of MADURA; sejarah panjang madura dari kerajaan,
kolonialisme sampai kemerdekaan”. Dalam buku tersebut saya menemukan jawaban
dari, kenapa daerah tapal kuda sangat berselaras dengan madura. saya akan
mencoba sedikit memaparkan seperti yang tertera dalam buku tersebut.
Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan indonesia, ada banyak
kerajaan yang memang sangat berpengaruh di Indonesia, salah satunya Kerajaan
Majapahit. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya dengan meminta bantuan kepada
Arya Wiraraja. Perlu diketahui bahwa, Arya Wiraraja adalah penguasa madura di
era Singosari, kediri, dan majapahit (sekitar abad 13 M). Ia dikenal sebagai
pengatur siasat kejatuhan singosari, kematian kertanegara, serta bangkitnya
majapahit. Banyak Wide (nama lain arya wiraraja) juga merupakan adipati di
Sumenep, madura.
Setelah Arya Wiraraja berhasil membantu Raden Wijaya membangun
Majapahit dan berhasil naik tahta, sang raja sebelumnya telah menjanjikan akan
membagi kekuasaannya menjadi dua. Karena, Raden Wijaya merasa berhutang budi
sehingga memberikan separuh kekuasaannya. Daerah yang diberikan oleh raden
wijaya, kemudian dikenal dengan Blambangan atau wilayah Tigang Juru (Lumajang,
Panarukan dan Blambangan) ditambah Madura. kemudian, Arya Wiraraja menjadi raja
Blambangan dengan ibukota pemerintahannya di Lumajang.
Sehingga pembagian ini, kita mengenal dua budaya yang berbeda di
Jawa Timur. Dimana bekas kerajaan Majapahit dikenal mempunyai budaya mataram,
sedangkan bekas wilayah kerajaan Luamajang Tigang Juru dikenal dengan budaya
“Madura Pendalungan” yang berada di daerah Tapal Kuda. Kenapa bisa demikian? Karena Arya Wiraraja
yang kemudian menjadi raja di kerjajaan Blambangan telah banyak hidup didaerah
madura – utamanya Kabupaten Sumenep.
Sekarang, sudah tahu kan kenapa daerah tapal kuda ini sangat dekat
secara emosional dan kultural dengan madura. mungkin ada juga faktor lain yang
menjadi pendorong kenapa daerah tapal kuda ini mengadopsi bahasa dan budaya
madura. tetapi, penulis hanya dapat menyajikan faktor diatas yang menjadikan
adanya kedekatan tersebut. Sekian…
Paiton, 6 Januari 2019
Sumber Referensi:
Samsul Ma’arif. 2015. THE HISTORY OF MADURA; Sejarah Panjang
Madura dari Kerajaan, Kolinialisme sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: Araska
Https://www.google.com/amp/s/mojok.co/kag/esai/madura-swasta-vs-madura-ori/amp/?esp=1
*Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas
Nurul Jadid (UNUJA Paiton.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar asalkan tidak meyinggung SARA dan tetap menjaga toleransi demi keharmonisan bersama