![]() |
Dok Google |
Bermula pada sore hari di
Mushalla Timur PP Nurul. Seperti biasanya, semua santri bergegas mendatangi
mushalla untuk mengikuti hadiran jamaah shalat maghrib dan isya’. Tidak
dipungkiri, saya juga termasuk dari kesekian banyak santri yang melangkahkan
kakinya ke mushalla.
Seperti biasa pula, habis shalat
maghrib saya dan teman-teman mengikuti kegiatan rutin ngaji sorogan. Namun,
pada malam ini, hujan datang begitu lebatnya yang disertai dengan angin dan
mati lampu. Sehingga, pengajian sorogan terpaksa diliburkan untuk malam ini.
Hampir semua santri yang awalnya
hendak mengikuti pengajian sorogan di serambi mushalla mulai merapat ke dalam
mushalla karena mati lampu dan hujan lebat. Mereka (para santri) berbentuk
kelompok-kelompok kecil yang berbincang santai pada kegelapan malam ini.
Saya yang duduk sendirian
dihampiri oleh seorang teman. Ia datang langsung mengganggu kesendirian saya
yang awalnya sedang khusyuk dengan dzikiran. Heheh. Ia memang biasa sering
menggangu, seperti halnya saya yang juga sering bersenda gurau dengannya.
Saya sih cuek aja dengan gangguan
yang ia lakukan. Saya tetap fokus dan berusaha serius pada yang saya lakukan.
Namun, lama kelamaan saya juga tergoda karena gangguan cukup misterius hingga
membuat saya tergoyah untuk menanggapi kedatangannya.
Ia tidak hanya datang dengan
gangguan. Namun, ada kata yang bisa saya tangkap sebelum saya menanggapi kedatangnnya.
Sambil lalu bercanda, ia berucap “Jangan hanya karena engkau pintar, lalu kau
sombong. Orang itu bisa saja pintar ketika menganggap dirinya masih kurang dan
bodoh ketika dirinya sudah merasa cukup dan pintar”.
Kata itulah yang pertama ia ucapkan.
Betapa berharganya sebagai sesama teman yang bisa saling mengingatkan agar
tidak ada yang terjatuh pada jurang kegelapan antara satu dan yang lainnya. Ia
mengingatkan saya untuk selalu merasa rendah meskipun mempunyai ilmu yang
banyak dan tidak pernah merasa cukup untuk terus menuntut ilmu.
Saya meresapi apa yang ia katakan
meskipun tidak secara langsung menanggapinya. Lebih lanjut ia terus mengatakan
apa yang ingin ia katakan karena saya masih belum menanggapi kedatangannya.
seutas kata yang ia katakan, “jangan sampai karena kepintaranmu, engkau
bertindak semaumu, hingga kamu suul adzab terhadap yang sedang dihadapi. Tidak
ada gunanya jika kamu pintar namun tidak punya akhlak”.
Mungkin sangat sederhana yang ia
katakan. Namun, dibalik kesederhanaan itu terdapat makna yang cukup luar biasa
yang mana tidak semua orang dapat sadar dan melaksanakan dengan baik. Boleh
saja orang itu pintar, tetapi selama ia tidak punya akhlak yang baik, orang itu
akan dipandang sebelah mata di masyarakat. Tetapi, meskipun ia tidak pintar,
tapi punya akhlak yang baik. Orang itu akan dipandang baik dan dihargai dengan
baik pula.
“Apa fid? Gelap gini jangan
nyaring bersuara!,” tanggapan saya padanya.
Yaa karena didalam mushalla itu
banyak orang, saya menyarankan untuk tidak menyaringkan bicaranya. Apalagi pada
kegelapan yang biasanya penuh dengan keheningan karena memang banyak orang yang
malas untuk berkata-kata.
Meskipun gelap, masih ada anak
yang memanfaatkan cahaya yang datang dari gedung sebelah mushalla yang
kebetulan menggunakan genset. Tampaknya anak itu tidak ingin meninggalkan
kegiatan mengajinya hanya karena mati lampu. Ia masih saja terlihat antusias
dalam memanfaatkan cahaya yang sekedarnya itu untuk tetap istiqamah mengaji.
Akhirnya saya mulai membuka
bicara dengan teman yang datang mengganggu saya itu. Biasanya, kita saling
membuka tanya perihal apa yang didapatkan dalam keseharianya. Barang kali ada
masalah yang belum terselesaikan atau ada keambiguan mengenai kehidupan
sehari-hari.
“Menurutmu, orang itu berharga
dilihat dari segi apanya?”, tanya temanku itu.
Dari pertanyaan itu membuat
pembicaraan cukup panjang. Kami saling mengeluarkan pendapat mengenai apa yang
sudah kami ketahui. Meskipun pengetahuan kami cukup terbatas, pembahasan itu
cukup membuat saya dan teman saya menemui titik jawaban yang dirasa cukup pas
untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Dari saking keasyikan bertukar
pendapat yang sering kali diselingi dengan gurauan, waktu terasa cepat sehingga
adzan isya’pun telah berkumandang. Hampir tak terasa, pada kegelapan itu masih
ada orang yang mau berbagi dan saling mengingatkan satu sama lain untuk selalu
berada pada kebaikan.
Bersyukur sekali masih ada orang
yang peduli walaupun berada pada kegelapan. Ternyata pada kegelapan malam itu, ada ilmu dan pencerahan hingga
nantinya siap untuk diaplikasikan pada alam yang penuh dengan cahaya.
Paiton, 26 Januari 2019
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar asalkan tidak meyinggung SARA dan tetap menjaga toleransi demi keharmonisan bersama