Dok Pribadi |
K Tuffah sangat mengapresiasi terhadap masyarakat
Giligenting terlebih masyarakat Desa Bringsang yang sangat antusias mengikuti
pengajian. Halaman mushallah Nurul Hikmah dipenuhi dengan ribuan jamaah dari
kalangan muslimin dan muslimat. Menurutnya, orang yang merapat (menghadiri)
pengajian sangat luar biasa keutamaannya dan agung fadilahnya. Bahkan Nabi
mendawuhkan, orang yang menempuh suatu jalan guna mencari ilmu, akan dimudahkan
oleh Allah untuk jalan menuju surga.
مَنْ سَلَكَ
طَريقاً يَلتَمِسُ فِيه عِلماً ، سَهَّلَ الله لَهُ بِهِ طَريقاً إلى الجَنَّةِ
"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari
ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga". (HR Muslim).
Tidak ada perbedaan bagi semua orang, baik itu
miskin, kaya, punya jabatan, laki-laki, perempuan, kaum tua, anak-anak, yang
penting menempuh jalan kebaikan mencari ilmu, pasti Allah akan memudahkan
jalannya menuju surga. Kenapa hanya karena mencari ilmu, Allah memudahkan
jalannya. Padahal, terkadang orang yang mencari ilmu (beliau mencontohkan
mencari ilmu dengan orang yang menghadiri pengajian) tidak harus bermodal,
hanya tinggal datang dan mendengarkan ceramah sang kiai. Hanya segitunya, Allah
sampai memudahkan jalannya dan tampaknya sangat gampang dan murah.
Lebih lanjut, Kiai Tuffah menjelaskan bahwa,
hal itu bukan urusan gampang dan murah, melainkan karena adanya cintanya
(lebur) Allah kepada orang-orang yang nyambung hatinya terhadap ilmu yang
datang darinya. Dikatakan, Allah itu sangat senang terhadap orang-orang yang
'alim. Sebagaimana firmannya kepada Nabi Ibrahim, “Inni 'alimun uhibbukulla
'alimin”
"Sesungguh aku adalah dzat yang maha 'alim
dan senang terhadap orang-orang 'alim".
'Alim itu tidak diukur sebagaimana bagusnya
pakaiannya, dari menarik penampilannya. Meskipun memakai gamis dan syurban yang
mahal, pakai tasbih setiap hari, belum tentu menunjukkan bahwa ia 'alim. Orang
'alim itu dikatakan gampang tapi susah. Dalam suatu maqala dijelaskan, menurut
K Tuffah yang mengutip dawuh dari gurunya, KHR Kholil As'ad bahwa dawuh itu adalah
haditsnya Nabi Muhammad SAW. Tetapi menurutnya, di penjelasan lain menyebutkan
bahwa, dawuhnya Abdullah Ibn Mubarok. “Laa yazalul mar’u ‘aliman maa thalabal
‘ilma faidza dhanna annahu qad ‘alima faqad jahila”
"Senantiasa orang itu dikatakan 'alim
ketika ia masih terus belajar, dan dikatakan bodoh ketika dirinya merasa
pintar".
Masih dikatakan 'alim ketika masih senang
terhadap ilmu, mau mengaji, senang mendengarkan pengajian, senang
terhadap orang-orang ahl ilmu, dan lain sebagainya, maka orang itu masih
dikatakan 'alim. Tapi, orang mau dikatakan bodoh itu tidak kalah gampangnya,
meskipun pintar baca kitab dari yang biasa sampai yang luar biasa susahnya,
dari yang tipis sampai yang besar, semunya sudah diluar kepala, akan jatuh
derajat ke'alimannya ketika merasa dirinya telah pintar.
Maka dari itu, tetap sambung ilmu dengan cara
jadi orang 'alim secara langsung yang menyalurkan ilmu kepada orang lain. Jika
tidak mampu, jadilah muta'alliman, yaitu orang mencari ilmu, contoh orang yang
mau ngaji. Jika tidak, tetap sambung dengan cara senang mendengarkan pengajian
(kebaikan). Jika masih tidak mampu karena banyak faktor, tetaplah dengan cara
muhibban, yaitu senang terhadap kepada orang-orang ahl ilmu. Dari itu, insya
allah akan tetap kebagian pahala dari Allah yang dibagikan kepada orang 'alim,
sesuai dengan firman Allah (dalam hadits qudsi) kepada Nabi Ibrahim.
*****
Malam peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad
SAW, merupakan salah satu mukjizat nabi. Satu-satunya peristiwa fenomenal,
persitiwa agung, pemberian dzat yang maha agung, untuk makhluk yang paling
agung, untuk diberikan pemberian yang paling agung.
Peristiwa Isra Mi'raj adalah perjalanan Nabi
Muhammad SAW di waktu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan naik ke
Sidratul Malam. Perjalanan malam ini bukanlah semalam suntuk, melainkan ada
yang menyatakan 3 jam dan ada pula yang mengatakan dalam waktu 15 menit.
Jauhnya perjalanan tersebut sangat luar biasa karena dapat ditempuh dalam waktu
yang sangat singkat. Sebuah gambaran bahwa, " Tsumma arudduhu minal arsy
qobla ayyabrudal farsy"
Nabi itu dikembalikan oleh Allah dari arsy
sebelum tempat duduknya dingin. Kita tahu bahwa setiap kita duduk, pasti tempat
duduk itu akan sedikit hangat. Hilangnya kehangatan itu mungkin paling lama 15
menit. Perjalanan itu yang semestinya ditempuh bertahun-tahun dapat ditempuh
dengan waktu yang singkat. Karena Nabi bukanlah berjalana sendiri, melainkan
ada campur tangan tuhan untuk menjalankan. Kalau sudah tuhan yang menjalankan,
tidak ada yang mustahil.
Jarak yang jauh menjadi dekat. Waktu yang
seharusnya lama menjadi singkat. Itulah gambaran perjalanan nabi pada Isra'
Mi'raj. Ketika Nabi dinaikkan, ada banyak bertemu dengan para nabi lain yang
berada di langit. Langit pertama bertemu dengan Nabi Adam. Kedua, bertemu dengan
Nabi Isa dan Nabi Yahya. Ketiga, bertemi dengan Nabi Yusuf. Keempat bertemu
dengan Nabi Idris. Kelima bertemu dengan Nabi Harun. Keenam bertemu dengan Nabi
Musa. Ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim.
Melewati ketujuh langit, hanya Nabi Muhammad
SAW sebagai satu-satunya manusia yang dapat menjangkaunya. Terus naik ke
Sidratul Muntaha dan sampai ke Mustawa bertemu dengan Gusti Allah. Tidak ada
lain, Allah mewajibkan kepada Nabi dan Ummatnya yakni Shalat 50 waktu.
Kita sangat beruntung menjadi Ummat Nabi Muhammad
SAW yang penuh kasih sayang darinya dan Allah. Shalat yang sekarang sudah
mendapat negoisasi dari Allah. Kalau saja shalat tetap 50 waktu, kita tidak
akan mampu melaksanakannya. Aslinya shalat, 4 rakaat tiap waktunya, dan berarti
kalau 50 waktu berjumlah 200 rakaat.
Diskon dari Allah itu juga tidak lepas dari
peran Nabi Musa yang memeriksa pemberian Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi
Musa berkeyakinan bahwa umat Nabi Muhammad SAW tidak akan mampu mengerjakan
shalat 50 waktu dalam sehari semalam. Karena menurut Nabi Musa, kaumnya
sendiri, Bani Izrail yang sudah berkemampuan lebih masih saja tidak mampu
sepenuhnya melaksanakan shalat. sehingga, Nabi Musa meminta pada Nabi Muhammad
untuk kembali kepada dalam rangka meminta keringanan jumlah waktu shalat.
Setelah diskon itu diberikan oleh Allah,
sehingga shalat yang asalnya 50 waktu tinggal 5 waktu. Dalam riwayat
berbeda-beda menyatakan mengenai permintaan keringanan tersebut, ada menyatakan
kembali lima kali dan ada menyatakan kembali sampai 9 kali guna meminta
keringanan tersebut. Lima waktu yang ada sampai sekarang ini, masih dipandang
sangat berat oleh nabi musa. Tetapi nabi menolak untuk kembali meminta
kekurangan, karena nabi sudah merasa malu untuk meminta keringan pada sang maha
pencipta, Allah SWT. Betapa belas kasihannya Allah kepada Nabi dan ummatnya.
Sehingga kalau diistilahkan, Allah sudah memberikan diskon 90 % terhadap
permintaan keringanan Nabi.
Ternyata apa yang dikatakan Nabi Musa sangatlah
benar. Shalat benar-benar sangat berat dalam pelaksanaanya. Kita sendiri pasti
tahu, ketika ada adzan dikumandangkan, diri kita masih belum terpanggil
sepenuhnya untuk segera menyegerakan shalat pada awal waktunya. Kita masih
lebih mementingkan panggilan yang datang dari sesama manusia, dari gadget dari
pada memprioritaska panggilan adzan. Shalat itu berat bukan hanya keluhan
manusia, tetapi Allah juga menyatakan dalam firmannya di al-Qur'an.
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya hal demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang prang yang khusyu’, (QS. al-Baqarah: 45) (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabbnya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah:46)
Kita sebagai manusia yang tidak punya daya,
diperintah untuk minta pertolongan kepada Allah. Kita diperintah dengan cara
sabar dan shalat. Sabar itu sangat pahit tetapi manfaat dari sabar lebih manis
dari pada madu. Sedangkan, shalat itu berat kecuali pada orang-orang yang
khusyuk. Orang khusyuk adalah orang yakin bahwa diri akan bertemu dengan
tuhannya dan akan kembali kepadanya sehingga orang itu diberi kemudahan dan
keringanan serta diberi kemampuan untuk menjaga dan melaksanakan shalat.
Sederhana saja, ketika dalam panggilan adzan
sampai pada kalimat hayya alasshalah, maka jawabannya berbeda. Kenapa demikian?
Karena tanpa adanya pertolongan dan daya kekuatan dari Allah, manusia tidak
akan bisa berbuat apa-apa. Ketika sudah diberi pertolongan dan daya kekuatan,
sakit bukan halangan, tua bukan rintangan, tetap akan menjaga shalat.
Sebagai motivasi bersama, ada cerita dari
Probolinggo. Almaghfurlah KH Muhammad Hasan Seppo, Pendiri Pondok Pesantren
Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Beliau ini ketika lanjut usia, tidak bisa
berjalan (meyos) dengan sendiri, harus ada yang menyanding di sampingnya.
Tetapi anehnya, ketika sampai pada waktu shalat, ia tampak tidak seperti orang
lanjut usia dan terkena penyakit. Shalatnya sangat sempurna seperti shalatnya
orang yang masih muda. Beliau dapat shalat tegak dengan sendiri tanpa ada yang
memegangnya. Hal itulah yang disebut ada pertolongan dari Allah, karena beliau
mempunyai hati yang bersih, yang bersambung kepada Allah sehingga dapat tetap
menjaga perintahnya.
K Muhammad Gunung Sari Pamekasan berdawuh
bahwa, shalat iti tidak di poskan oleh Allah. Beda dengan perintah-perintah
yang lain yang hanya lewat wahyu melalui malaikat jibril. Tetapi shalat tidak
cukup wahyu, Nabi langsung diundang oleh Allah untuk menemuinya. Maka tidak
heran jika nanti di akhirat, shalat yang menjadi pertanyaan pertama. Shalay
adalah ummul ibadah, induk dari segala ibadah. Jika shalatnya baik, insya allah
inadah yang lain akan ikut baik, dan begitu pula sebaliknya.
Di atas dijelaskan bahwa shalat itu berat
kecuali pada orang yang khusyuk. Maka dari itu, hidupkan terlebih dahulu
sambungannya, yakni menghidupkan rohani. Menghidupkan sambungan rohani itu bisa
dilalui dengan banyak bershalawat. Inilah hikmah dari kita diajari untuk
memperbanyak membaca shalawat.
Suatu ketika, Almarhum K Hafid Thohir pernah
menyampaikan dawuh kepada Almaghfurlah KH Ahmad Sufyan. Beliau menyampaikan
tentang tidak mengertinya mengenai anjuran membaca shalawat nariyah, kenapa
tidak disuruh melaksanakan shalat padahal shalat lebih wajib. K Sufyan
menangapinya dengan apa yang sudah dipaparkan diatas. K Sufyan menyatakan bahwa
shalat itu berat bukan hanya kata manusia tetapi juga pernyataan Allah. Ketika
seseorang rohaninya masih sakit, ia tidak akan mau untuk melaksankan shalat
meskipun tahu shalat itu wajib. Tetapi insya allah dengan cara bershalat,
menghidupkan dan menyembuhkan rohani yang sakit, tidak perlu disuruh, orang itu
akan mengerjakan shalat (kebaikan) dengan sendirinya. Maka dari itu sembuhkan
terlebih dahulu setiap rohani yang sakit.
Shalawat itu sangat besar manfaatnya. Apapun
shalawatnya, insya allah akan tetap sampai kepada Nabi Muhammad SAW. semoga
kita selalu mendapat barakah shalawat dan syafaat Nabi.
Ada sebuah cerita yang mengkisahkan tentang
seorang pemuda mabuk. Dari saking seringnya ia mabuk, sampai lupa pada banyak hal.
Suatu ketika, ada seorang kiai yang mengingatkan kepadanya. Kiai tersebut
menyuruhnya untuk bertobat, tidak terus menerus dalam kejelekan, karena tingkah
laku tersebut akan mendapat siksaan kelak di Surga. Namun, pemuda pemabuk
tersebut tidak pernah mengikuti nasihat kiai. Ia malah menjawab untuk tidak
mengurusi hidupnya, mending urusi saja kehidupannya sendiri (kiai).
Setelah pemuda itu pulang. Ia mendapati tamu
yang perlu kepadanya. Tidak lain ada malaikat izrail, pencabut nyawa. Pada saat
itulah, ia meninggal dunia. Tetapi, meskipun ia seorang pemabuk yang terus
menerus berada dalam kejelekan, ia malah dimimpikan baik oleh kiai yang pernah
menasihatinya. Kiai itu bermimpi bahwa, pemuda tersebut berada di tempat yang
sangat terang, memakai baju yang indah, dan banyak kebaikan disisinya.
Ternyata setelah ditanyakan oleh kiai itu dalam
mimpinya. Dalam perjalanan pulang kerumahnya, sebelum pemuda itu meninggal, ia
melewati sebauh majelis. Pemuda itu mendengar sebuah dawuh dari kiai.
"Warafa'a shautahu wajabat lahul jannah"
"Barang siapa yang membaca shalawat lalu
mengangkat suaranya, wajibnya baginya masuk surga"
Lalu, pemuda itu berkeyakin bulat untuk ikut
dalam majelis tersebut. Ia juga bersemangat untuk mengeraskan suaranya dalam
membaca shalawat. Dari keikutsertaan dalam majelis tersebut, ia mendapat
ampunan Allah dan bahkan semua orang di majelis tersebut. Sehingga ia
mendapatkan kesempatan duluan masuk surga. Sungguh laur biasa manfaat dari
shalawat.
Dalam akhir tausiyahnya, ia menyampaikan untuk
terus bershalawat dalam rangka menghidupkan rohani sehingga mendapatkan
kemampuan dan daya untuk selalu menjaga dan melaksanakan shalat. Selain itu,
beliau juga menyampaikan untuk terus berusaha dalam kebaikan seperti banyak
membaca al-Quran.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar asalkan tidak meyinggung SARA dan tetap menjaga toleransi demi keharmonisan bersama