Dunia
yang luas sudah tidak ada bedanya dengan sebuah kampung. Apa yang sedang
terjadi di belahan dunia dapat diketahui dengan waktu yang singkat bahkan
bersamaan. Teknologi sudah serba canggih yang terus merambah ke semua lini
kehidupan.
Pada
hari ini, jarak yang jauh bukan lagi sebagai penghalang. Tidak ada lagi batasan
seseorang untuk melakukan komunikasi atau mengakses informasi yang sedang
terjadi. Hal ini tentu akan memudahkan kita sebagai manusia yang hidup pada
zaman sekarang untuk menyapa keluarga, teman, dan orang yang pernah kita kenal
tapi berada di tempat yang sangat jauh.
Pernah
gak sih terbayangkan dalam benak kita bahwa pada zaman dulu itu orang juga bisa
berkomunikasi dengan orang lain dengan jarak jauh yang menjadi pemisah.
Meskipun pada dulunya tidak ada alat atau telpon genggam untuk menyatukan
komunikasi yang akan berlangsung. Hanya saja pada waktu itu ada surat kabar
yang bisa membawa kabar tetapi dengan waktu yang telah ditentukan. Tetapi ada
juga yang bisa berkomunikasi dengan cepat layaknya menggunakan handphone.
Kita
bisa tahu bahwa zaman dulu bisa berkomunikasi cepat seperti sekarang dengan
melirik terhadap sejarah. Ada seorang
kyai yang berdomisili di Kecamatan Giligenting Kabupaten Sumenep. Beliau adalah
K Hasanuddin bin KH Muntaha (Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren An-Nur).
Seorang waliyullah yang rela mengorbankan pikiran, harta, dan tenaganya untuk
menyiarkan islam di wilayah tersebut.
Atas
idzin Allah yang maha kuasa, beliau mampu berkomunikasi dengan kenalannya yang
berada di tempat yang berjauhan. Dikisahkan bahwa beliau sering berkomunikasi
dengan KHR As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah
Sukorejo). Bahkan hal ini sering belaiu lakukan setiap malam guna menyambung
tali persaudaraan, bertukar fikiran, berbagai ilmu, dan lain sebagainya.
Pernah
suatu ketika beliau menanyakan kepada santrinya perihal K As’ad Sukorejo. “Apakah
kalian pernah sowan (nyabis) ke K. As’ad?”
“Belum
Kyai” jawab santrinya dengan spontan atas pertanyaan gurunya itu.
“Berarti
kalian masih tidak tahu ke K. As’ad, kalau saya sudah tahu bahkan setiap malam
sering berkomunikasi dengan beliau”. Kata K Hasan menanggapi jawaban santrinya.
Hal
ini menjadi pertanyaan besar. Padahal pada saat itu, tidak alat yang bisa
digunakan utuk berkomunikasi di wilayah Gilogenting tersebut. Tetapi K. Hasan
sudah mampu berkomunikasi jarak jauh dengan K As’ad yang berada di Sukorejo.
Dilain
waktu, K Hasan juga pernah menanyakan Nyai Rum (Putri K As’ad) kepada
santrinya. “Apakah kalian pernah bertamu ke Nyai Rum?”
Santrinya
yang tidak pernah bertamu dan bahkan tidak pernah berpapasan dengan nyai rum
hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan serentak menjawab “belum kyai”
“Kalau
saya hampir tiap malam berkomunikasi dengan beliau” balas K Hasan kepada
santrinya.
Padahal
jarak dari Giligenting Sumenep butuh waktu yang cukup lama untuk bisa sampai ke
Sukorejo Situbondo. Tetapi ada sesuatu yang menjadi pendukung sehingga beliau
berdua bisa dengan mudahnya untuk berkomunikasi walau jarak jauh menjadi pemisahnya.
Mungkin kita sering mendengar istilah telepati. Dengan Telepati ini, seseorang
bisa berkomunikasi jarak jauh dengan mata hati dan hanya bisa dipunyai oleh
orang yang berada ditingakatan Waliyullah.
Dari
seringnya beliau berkomunikasi dengan K As’ad dan Nyai Rum membuat keduanya
tidak mau atau enggan untuk hadir ketika ada yang mengundang hadir ke
Giligenting. Alasannya cukup sederhana, agar masyarakat Giligenting tidak
mengesampingkan ulama’ yang berada di wilayah tersebut yang jelas-jelas mampu
untuk berdakwah, memotivasi dan mengubah masyarakat Giligenting ke arah yang
lebih baik.
Bahkan
K As’ad dan Nyai Rum bukan hanya tidak bersedia hadir ke Giligenting. Tetapi
jika ada Orang Sumenep khususnya dari Giligenting beliau menolaknya. Hal ini
pernah terjadi ketika ada orang Giligenting yang sowan ke Sukorejo dengan
maksud meminta barokah. Karena orang tersebut mempunyai orang tua yang dalam
keadaan sakit parah dan sudah bertahun-tahun belum menemukan obat yang bisa
menyembuhkannya. Sehingga orang tersebut menyempatkan waktu untuk sowan ke
Dhalem (rumah) Nyai Rum.
Kehadirannya
ke Sukorejo bukannya mendapatkan obat atau semacamnya. Ia ditolak dan tidak
diberi apa-apa oleh nyai rum. Bahkan belum sempat ia mengutarakan maksud dan
tujuannya sowan ke Sukorejo, Nyai Rum sudah mendahuluinya untuk segera pulang
ke Giligenting.
“Buat
apa kamu datang jauh-jauh ke Sukorejo sedangkan orang tuamu sedang terbaring
karena sakit dirumahmu. Kalau kamu hanya mau minta air barakah untuk dijadikan
perantara kesembuhan orang tuamu, kamu tidak perlu jauh-jauh datang kesini. Di
Pulaumu sendiri (Giligenting) ada seorang Kyai yang lebih hebat daripada saya”
jelas Nyai Rum kepada tamunya tersebut.
Nyai
Rum juga menambahkan untuk memperjelas dawuhnya tersebut. “Namanya Kyai
Hasanuddin. Dari rumahmu, kamu harus berjalan ke arah selatan lalu ke timur.
Setelah itu kamu berbelok ke selatan dan terkahir berbelok ke barat.” Tegasnya
kepada sang tamu.
Subhanallah
begitu rincinya beliau memberikan penjelasan kepada tamunya. Padahal beliau
tidak pernah berkunjung ke Giligenting karena merasa tidak pantas (sengkah)
terhadap Kyai Hasan. Tetapi meskipun tidak pernah berkunjung ke Giligenting,
beliau (nyai rum) tahu akan tempat yang bernama Giligenting.
Dawuh
beliau (nyai rum) yang disampaikan kepada tamunya itu sangat benar. Karena
untuk bisa sampai ke rumah (Dhalem) K Hasan, orang tersebut memang harus
melalui jalan yang telah disampaikannya.
Begitulah
kehidupan seorang Waliyullah. Tidak ada hijab di dunia ini selagi Allah
berkehendak kepadanya.
*****
* Semoga
kita semua mendapatkan barakah dari K Hasanuddin dan Seluruh pengasuh dan keluarga
Pondok Pesantren An-Nur Giligenting Sumenep. Tidak lupa, semoga juga mendapatkan
barakah dari K As’ad dan seluruh pengasuh serta keluarga Pondok Pesantren
Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo. Selain itu, semoga pribadi kita dapat
meneladani dan meneruskan perjuangannya. Aamiin yaa rabbal alamin.
* Sumber: Cerita dari K Idris Romli (Beliau ada cucu dari K Hasanuddin Bin KH Muntaha)
* Sumber: Cerita dari K Idris Romli (Beliau ada cucu dari K Hasanuddin Bin KH Muntaha)