Dok Pribadi |
Subuh ini, saya dibangunkan oleh ramainya orang-orang yang sudah beranjak shalat. Saya pun bangun dan langsung mengikuti jejak mereka. Shalat berjamaah di sebuah ruangan, karena keberadaan kami yang jauh dari masjid.
Subuh dan doa sudah selesai dipanjatkan. Seperti biasa akan membuka gadget kesayangan. Sekedar membuka informasi-informasi yang telah disuguhkan di berbagai media sosial. Ada banyak postingan-postingan terbaru yang lebih dominan pada ucapan perayaan hari ibu.
Tanpa saya sadari ternyata hari beetepatan dengan tanggal 22 November 2018. Pada hari ini ditetapkannya hari ibu nasional. Presiden Soekarno telah meresmikannya di bawah Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Hari ibu menjadi penting untuk mengingat jasa-jasanya yang pernah dilakukan. Jasanya tidak akan pernah bisa terbalaskan oleh siapapun. Silahkan tumpuk kekayaan sekaya Qarun untuk membayar perjuangan sang ibu. Tentu kekayaan itu tidak akan pernah bisa membalasnya walau seujung kuku. Dari saking besarnya pengorbanannya.
Bisa kita bayangkan bagaimana besarnya pengorbanan sang ibu. Beliau yang rela mengandung anaknya sampai 9 bulan. Ada banyak rasa yang dirasakan ketika dalam proses tersebut. Tidur selalu tidak nyenyak karena ada beban di perutnya. Makanpun juga tidak enak. Ketika tidur pengen jalan, ketika jalan lelah dan pengen tidur. Betapa ada sesuatu yang seakan nyiksa hari-harinya.
Beliau tidak pernah mengeluh walau hari-harinya tidak begitu membuat ia tenang. Beliau (ibu) tetap semangat menjalani hari-harinya. Dengan sekuat tenaga beliau menahan semua penderitaan serta beban yang ditanggung demi seorang anak yang sedang dikandungnya dalam aktivitas apa pun. Belum lagi ketika proses melahirkan yang sudah di ujung mata.
Seorang ibu yang selalu cemas memikirkan keselamatan buah hatinya yang masih di kandungan. kecemasan atau pun segala kegelisahan yang pernah dialami ibu kita itu sangat besar dan berisiko terhadap keadaannya pada saat itu. Ibu kita tidak peduli walau beliau harus mati hanya untuk menolong seorang anak yang dilahirkannya. Dari pada anak nya yang harus mati akibat nyawa anak nya tidak tertolong.
Setelah melahirkan dengan selamat, bebannya belum selesai. Ia harus merawat dan menjaga anaknya sampai besar. Anaknya selalu digendong ketika menangis dan di manja ketika ia terbangun. Betapa nyiksanya keberadaan kita (anaknya) untuk sang ibu.
Ibu adalah sosok manusia yang paling berjasa dalam kehidupan keluarga. Sosoknya adalah yang paling banyak sabar dan mengerti. Meskipun pernah ada kekerasannya, ia hanya ingin mendidik agar anaknya tidak berlarut pada hal-hal yang tidak senono. Tindakannya selalu berusaha mendidik sebagaimana kedudukan guru. Maka tidak heran jika ibu adalah sekolah pertama di rumah.
Jasanya yang besar, jangan sampai membuat kita durhaka kepadanya. Tentu sangat tidak pantas jika hal itu sampai terjadi. Ridha Allah bisa kita capai ridha ibu dan Allah akan sangat murka jika ibu murka pada kita. Jagalah tingkah dan ucapan kita kepadanya. Jangan ada sedikitpun yang menyakiti hatinya. Alquran pun melarang kita tidak membentaknya seperti "ah".
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (Al-Israa’ : 23-24).
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya adalah berbakti, mengasihi dan lemah lembut kepadanya. Dan yang dimaksud dengan membentak mereka adalah berbicara secara kasar di saat keduanya memasuki masa tua mereka. Seyogyanyalah kita berkhidmat kepada keduanya sebagaimana mereka telah mengurus kita. Bagaimanapun juga mereka tetap yang lebih baik. Dan bagaimana bisa sama, keduanya telah derita karena kita, demi mengharapkan kehidupan kita. Sedangkan kita jika pun menanggung derita karena keduanya, kita mengharapkan kematiannya. Lalu mana mungkin bisa sama? Dan adapun yang dimaksud dengan perkataan yang mulia adalah perkataan yang lemah lembut lagi santun.”
Demi menghormati ibu tidak hanya cukup berkoar-koar mengucapkan selamat hari ibu di medsos. Kita harus meringankan kerjanya dan jangan menyakitinya itu yang terpenting. Pada tataran kehidupan ini, kita sering menolak ketika ibu meminta bantuan. Padahal hal itu akan mempermudah ridha apabila kita membantunya.
Berkata "Ah" saja sangat dilarang apalagi kita membentaknya. Durhaka kepadanya sama saja menutup jalan masa depan yang cerah. Renungkanlah, apakah yang sudah kita lakukan padanya? Apakah sering membangkang? Apa sudah menghormatinya dengan segala yang kita bisa?
Happy Mother Days
*****
*Tulisan ini saya peruntukkan keluarga saya yang sedang berjuang dirumah, mencari nafkah untuk mebiayai hidup saya. Sampai hari ini masih belum bisa membantu meringankan bebannya. Maafkan saya ibu dan bapak. Salam ta'dzim abdhina dhe' ajunan