Langsung ke konten utama

“Jadilah Manusia yang tidak Berperilaku seperti Binatang” Petuah Kiai Dasuki bin Amidin


Dok pribadi
Siapa sih yang tidak menginginkan anaknya itu menjadi buah hati yang patuh. Baik itu patuh pada orang tua, guru, agama, dan pemerintahan. Tentunya hal ini sangat diinginkan oleh setiap orang tua kepada anaknya. Maka tidak jarang jika ada orang tua yang cerewet memberikan teguran terhadap anaknya ketika tidak sesuai dengan jalan yang baik.

Orang tua dan guru tidak ingin melihat seorang generasinya tidak patuh terhadap peraturan yang ada. Sehingga berbagai cara dilakukan untuk membentengi semua itu agar tidak terjadi pada generasinya. Dari kecil kita sudah diajarkan ilmu agama dengan disekolahkan dan mengaji di Pesantren. Selain itu, dirumah juga diterapkan bagaimana cara memegang sesuatu dengan tangan yang bagus, cara memberi dan menerima dengan tangan bagus. Begitu pula bagaimana cara kita menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Sejak kecil, saya pernah nyantri di kampung tempat saya dilahirkan. Giligenting nama tempatnya. Tepatnya di Nurul Hikmah yang pada saat itu diasuh oleh Alm. K Dasuki Bin Amidin saya belajar agama. Beliau seringkali bahkan setiap berpapasan dengan santrinya selalu dan selalu mengajarkan akhlak yang baik. Modal beliau tidak hanya bahasa lisan, tetapi menerapkan pada dirinya sendiri agar mudah untuk diteladani oleh santrinya.
Beliau sebagai kyai yang mempunyai santri lumayan banyak mempunyai sebuah harapan agar santrinya patuh terhadap orang tua, guru, agama, dan pemerintah. Ada sebuah dawuh yang sering beliau lontarkan ketika Morok  (red, Mengajari) santrinya atau ketika ada santrinya yang melanggar. “Padhena embi’ kacang, esabe’ e adhek nganyok mon sabe’ ebudhi cekka’.” Itulah kata yang selalu beliau sampaikan.
Dawuhnya beliau itu tidak serta merta disampaikan kepada santrinya, tanpa ada makna yang tersirat didalamnya. Saya sendiri sebagai santrinya sering memikirkan apa maksud dari dawuhnya itu. Tetapi pikiran saya pada saat itu masih belum menangkap makna dari dawuh itu. Baru saya sadari ketika saya sudah menjadi santri alumni nurul hikmah dan ketika beliau sudah tidak lagi berada di dunia ini.

Hal ini saya sadari ketika melihat banyak postingan di berbagai media sosial yang sudah tersebar begitu luasnya. Ada banyak postingan yang memperlihatkan adanya orang atau oknum-oknum yang tidak patuh terhadap orang tua, guru, agama, dan pemerintahan. Ada kejanggalan yang mendarah daging sehingga sekelompok orang tersebut dengan mudahnya membantah pembicaraan.
Dari kejadian-kejadian seperti ini baru saya sadari dan temukan makna tersirat dari dawuh Alm guru saya tersebut. Jadi, beliau itu mengibaratkan bahwa orang-orang yang tidak patuh pada peraturan itu sama dengan  seekor binatang yang tidak berakal. Ketika ditempatkan dibelakang ia hanya berdiam diri dan bersikap apatis terhadap peraturan. Ketika ditempatkan didepan, ia memberontak terhaadap peraturan yang ada.
Sangat membekas sekali dalam ingatan saya ketika beliau berdawuh seperti itu. Sangat berdosa sekali pada waktu beberapa tahun silam itu saya tidak bisa menanggapi serius dawuh beliau. Saya hanya bisa berfikir “Aduhhh apa hubungannya yaa antara kita dengan binatang yang beliau dawuhkan itu?”. Hanya itu yang bisa saya katakan pada saat beliau berdawuh seperti itu.
Ternyata dibalik dawuhnya itu mengandung arti yang sangat besar. Bukan berarti beliau menyamakan kita sebagai santrinya dengan seekor binatang, tapi kita sendiri yang sering kali tidak bisa menempatkan diri sebagai manusia. Manusia yang benar-benar manusia adalah dia yang bisa patuh dengan cara menempatkan sesuatu pada tempatnya. Peraturan ditaati sebagaimana mestinya bukan malah disikapi acuh tidak acuh.
Sudah semestinya kita sebagai manusia yang berakal memposisikan diri sebagaimana manusia itu sendiri. Menggunakan akal sebagai karunia tersebar tuhan untuk membedakan dengan makhluk lain yang tidak sesempurna manusia.  Dengan akal yang kita punyai, seharusnya bisa berfikir untuk lebih bertingkah lebih baik. Mengikuti apa-apa yang menjadi wejangan dari orang tua, guru, agama, dan pemerintah.
Tidak ada yang perlu untuk diseriuskan sehingga kita sering membangkang akan peraturan dari orang tua, guru, dan lain sebagainya. Mereka tidak mungkin memberi wejangan yang akan menjatuhkan kita ke jurang kegelapan. Bahkan mereka akan menolong dan membangkitkan serta menydarkan kita untuk bisa menjalani kehidupan sesuai alur yang baik menurut agama dan pemerintah.
Untuk semua orang yang masih tidak bisa memposisikan manusia yang berakal, berarti dalam dirinya masih berakar kuat sifat hewan yang tidak mengerti pembicaraan orang lain. Maka dari itu apakah kita sudah bisa taat pada peraturan? Taat pada orang tua, guru, agama, dan pemerintahan? Renungkan itu semua dengan baik agar kita tidak salah mengambil lamgkah.
*****
*Tulisan ini saya persembahkan untuk mengenang jasa Alm. K. Dasuki bin Amidin yang semoga mendapatkan tempat yang baik disisi sang maha pencipta. Tidak lupa untuk Pengasuh Nurul Hikmah sekarang (K Suryono) dan seluruh keluarga pengasuh bisa membawa Pesantren tercinta untuk lebih baik. Semoga kita sebagai santrinya, alumni, simpatisan dan semua yang pernah kenal dengan beliau mendapatkan teladan yang baik untuk bisa menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Al-fatihah …..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Strategi komunikasi dalam membangun jaringan (berpikir strategis dan bertindak taktis)

  Perjalanan panjang dalam dunia kampus, banyak orang yang mengikrarkan dirinya sebagai mahasiswa, tentu tidak akan lepas dengan berbagai persoalan, baik internal maupun eksternal. Faktor internal bisa dikategorikan dengan kurang keberanian pada diri sendiri, keluarga yang kurang mendukung, dan lingkungan yang kurang bersahabat. Sedangkan eksternal bisa terjadi pada semua   persoalan yang ada dalam dunia akademik, seperti kurang respect terhadap orang baru, sulit mencerna dunia luar, dan lain sebagainya. Persoalan yang sedemikian banyak, sudah tidak bisa dihitung dengan jari, ternyata cukup mampu ditepis dengan keaktifan di organisasi. Kehadiran organisasi sebagai salah satu pilihan bagi mahasiswa untuk mengembangkan dirinya, sudah tidak perlu diragukan. Mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mucul banyak organisasi dengan latar belakang kemunculan dan tujuannya, diperkenalkan kepada kita sebagai elemen dari instansi pendidikan tersebut. Di era sekarang, yang penu

Catatan untuk seorang perempuan yang berani berdiri diatas kakinya sendiri

Kartini, sosok perempuan hebat masa lalu Nama dan perjuangannya adalah sesuatu yang baru Perempuan cerdas dalam pusaran orang-orang yang tidak tahu Bergema, menentang budaya dan aturan yang kaku   Jiwanya memberontak terhadap sejarah yang mulai membeku Berdiri dan berlari, melawan arus untuk lebih maju Semuanya merupakan warisan besar untuk perempuan abad 21 Untuk itu, sebuah refleksi, apakah kita mampu untuk meniru   Perempuan abad 21, harus banyak memberi kontribusi Di kala semua orang terpaku pada ajaran yang sudah basi Perempuan layaknya kartini yang selalu menginspirasi Cahaya terang untuk semua kalangan lintas generasi Ia yang tidak mudah untuk didominasi oleh para laki-laki   Karya, adalah modal utama perempuan masa kini Cerdas dan visioner adalah sebuah visi Akhlakul karimah sebagai penunjang untuk lebih mumpuni Menuju perempuan berdaya dan mandiri yang punya harga diri Layaknya seorang ibu bernama kartini   Wahai para kartini baru, j

Perjuangan Perempuan Di Ranah Domestik Dalam Pandangan Feminisme Eksistensial Simone De Beauvoir

simone de beauvoir Perjuangan perempuan untuk menuntut hak-hak mereka sebagai manusia seutuhnya merupakan perlawanan terhadap pembagian kerja yang menetapkan kaum laki-laki sebagai pihak yang berkuasa dalam ranah publik. Maka dari itu, munculah feminisme sebagai gerakan sosial yang pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya kaum perempuan ditindas dan dieksploitasi, di mana melaluinya pula (feminisme) perempuan berusaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Feminisme menyoroti politik seksualitas dan domestik baik pada level personal maupun level publik. Gerakan perempuan secara perlahan tumbuh menjadi suatu kekuatan politik yang besar, menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Utara, dan kemudian melahirkan aliran feminis radikal yang memperjuangkan aspirasinya melalui jalur kampanye serta demokrasi untuk membangun ruang dan kebudayaan perempuan. Selanjutnya, feminis sosialis lebih menekankan pada pembangunan aliansi dengan kelompok-kelompok dan kelas-kelas t