![]() |
Dok Pribadi |
Hubungan seorang Guru (Kyai) dan Murid (Santri) pastilah sangat
dekat. Seorang guru adalah orang tua ketika di Sekolah (pesantren).
Sebagai orang tua sudah selayaknya untuk membimbing anaknya agar tidak
salah dalam mengambil langkah. Kehidupannya tidak dipenuhi dengan jalan
kesesatan yang mengantarkan celaka.
Semua guru
(kyai) pasti selalu berkeinginan agar tidak ada dari santrinya yang
celaka. Guru selalu berdoa dengan harapan santrinya bisa mengarungi
kehidupan sesuai alurnya yang benar. Selamat dunia dan akhirat adalah
harapan dalam doa kyai kepada santrinya.
Dalam
sebuah pertemuan, Alm. K. Dasuki (Pengasuh Nurul Hikmah Giligenting)
berdawuh sebuah kalimat yang masih membekas dihati saya sampai hari ini.
Beliau berdawuh "Lakona lakoni, kennenganna kennengngi, ben jhelenna
jheleni". Dawuh ini menjadi nasihat kepada santrinya agar tidak
sembarangan dalam kehidupan.
Kata pertama
adalah Lakona lakoni (Pekerjaannya kerjakan). Point ini mencerminkan
bahwa beliau menyuruh agar kita bisa mengerjakan apa yang menjadi
pekerjaan kita. Hal ini bertujuan agar kita bisa istiqamah menekuni
sebuah pekerjaan. Jika sudah terdapat potensi dalam diri kita tentang
sesuatu, maka itulah yang harus ditekuni.
Dalam
hal ini beliau tidak ingin ada persaingan dalam hal pekerjaan.
Terkadang ada orang yang mengerjakan tidak sesuai dengan potensinya
hanya karena iri atau dengki kepada orang lain.
Selain
itu, nilai yang terkandung dalam point pertama ini adalah mengenai kita
sebagai umat islam. Kita sebagai umat islam mempunyai kewajiban
(pekerjaan/lalakon) yang tidak boleh ditinggalkan, Seperti ibadah. Hal
ini sebagai lalakon harus di kerjakan (e lakoni) agar kita benar-benar
islam bukan hanya islam ktp.
Kedua adalah
kennenganna kennengngi (tempatnya tempati). Point kedua ini menyuruh
kita agar dalam bermasyarakat harus beretika dengan baik. Tidak
sembarangan menempati tempat yang bukan haknya. Kita harus peka dalam
bermasyarakat, tempat itu berhak atau tidak, adakah yang lebih
membutuhkan atau tidak. Jika memang itu baik maka tempatilah tempat itu.
Ketiga
adalah jhelenna jheleni (jalannya jalani). Point ini tidak kalah
pentingnya dari point diatas. Banyak orang mendambakkan hidup bahagia,
selamat dunia akhirat tetapi tidak mengikuti alur yang benar. Jalan
untuk menempuh keinginannya tidak ditempuh, malah menempuh jalan lain
yang jelas tidak akan mengantarkannya ke keinginannya tersebut.
Jalan
yang sering ditempuh hanya dipandang karena kenyamanan semata. Bukan
karena ada pemikiran yang panjang untuk suatu hari nanti. Sehingga jalan
yang ditempuh hanya karena pemikiran yang sementara. Kebanyakan hanya
berkeinginan pada hal-hal yang berbau instan.
Kata-kata
ini sering beliau lontarkan kepada santrinya. Saya masih ingat betul
ketika beliau mengajari santrinya yang selalu diselingi dengan candaan
khas beliau. Beliau selalu merasa khawatir sehingga tidak jarang beliau
memberikan nasihat agar santrinya tidak salah berkehidupan.
Dari ketiga kata tersebut, sangat jelas kaitannya dengan sikap adil. Adil disini harus bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jika hal ini bisa diterapkan dengan baik, maka seorang pribadi tersebut akan sangat baik dalam menjalani kehidupan kedepannya. Semua ini tidak lepas kontrol dari K Dasuki agar para santrinya, jamaahnya bisa sesuai dengan alur yang harus dijalani.
Ketika kita sudah dituntut bersikap adil, maka disitu pula kita juga harus menjauhi sikap dhalim. Dhalim ini sangat tidak bisa sesuai dengan jalannya, tempatnya, maupun pekerjaannya. Dhalim bukanlah jalan yang baik, ia tidak bisa menyesuaikan dengan keadaan-keadaan yang ada.
Dari ketiga kata tersebut, sangat jelas kaitannya dengan sikap adil. Adil disini harus bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jika hal ini bisa diterapkan dengan baik, maka seorang pribadi tersebut akan sangat baik dalam menjalani kehidupan kedepannya. Semua ini tidak lepas kontrol dari K Dasuki agar para santrinya, jamaahnya bisa sesuai dengan alur yang harus dijalani.
Ketika kita sudah dituntut bersikap adil, maka disitu pula kita juga harus menjauhi sikap dhalim. Dhalim ini sangat tidak bisa sesuai dengan jalannya, tempatnya, maupun pekerjaannya. Dhalim bukanlah jalan yang baik, ia tidak bisa menyesuaikan dengan keadaan-keadaan yang ada.
*Tulisan
ini saya persembahkan untuk mengenang jasa-jasa Alm. K. Dasuki bin
Amidin, keluarga pengasuh, pengasuh Nurul Hikmah Giligenting sekarang (K Suryono), Alumni Nurul
Hikmah, Santri, dan seluruh simpatisan. Semoga semuanya mendapat
lindungan dari Allah dan Syafaat Nabi Muhammad SAW sehingga bisa
dikumpulkan di akhirat kelak.